7.11.2008
Ditangkap Gara-Gara Demo Menuntut Janji Bupati
Posted on 00.56 by HUKUM HAM DAN DEMOKRASI
Teriknya matahari tetap tidak menghalangi 250 masyarakat Sungai sariak untuk menuntut janji Bupati Padang Pariaman Muslim kasim supaya ibukota padang pariaman berada di Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, hari itu Selasa (8/7) mereka mendatangi kantor DPRD dan Kantor Walikota Padang Pariaman.
Sesampai di Kantor DPRD bukannya harapan yang mereka dapatkan malah seribu kecewa yang berkecamuk didalam diri 250 orang tersebut, karena tidak satupun wakilnya yang berada di gedung putih nan bagonong itu mau untuk menemui mereka. Kondisi ini memaksa 250 orang untuk berfikir cepat dan tanpa aba-aba, mereka berputar dan mengarah kekantor Bupati yang berada tepat dihadapan kantor DPRD Padang Pariaman.
Sayang seribu sayang, aksi mereka dihalang-halangi oleh beberapa orang anggota Satpol PP yang berujung kepada terjadinya aksi dorong-mendorong, dengan kondis yang mulai memanas, salah seorang anggota Satpol PP (tidak diketahui namanya) menampar seorang ibu bernama Upik (48) yang ikut serta dalam aksi tersebut. Ulah dari tindakan Satpol PP itu memancing masyarakat yang tidak pernah mau ditemui oleh Bupati untuk melakukan tindakan anarkis, beberapa orang mulai melayangkan batu-batu kearah kantor Bupati dan menyebabkan kantor yang masih baru itu beberapa kacanya pecah. Bahkan pecahan kaca tersebut mengenai dua orang petugas Satpol PP (Eri Gunung dan Juhari) yang kebetulan menghalang-halangi masyarakat untuk bertemu Bupati.
Semakin sore ternyata kemarahan masyarakat semakin menjadi-jadi karena banyak dari mereka yang dikejar bahkan ada yang dipukul menggunakan tongkat oleh beberapa orang anggota kepolisian Resor Kota pariaman dan Anggota Satpol PP.
Dari kejadian tersebut, 5 orang diciduk (penangkapan tanpa bukti administratif) oleh pihak kepolisian resor kota pariaman, mereka adalah Ag (49), SR (52), Ar (48), Su (23) dan AG (38). Dalam pencidukan tersebut satu orang dipukul dengan kayu dan satu orang mendapat bogem mentah dari polisi setelah sesampainya di polresta pariaman.
Tidak terima anggotanya di tangkap, Nurhayati Kahar dan Khairir Tanjung seberta Wali nagari Suangai Sarik mendatangi Mapolresta Pariaman meminta supaya 5 (lima) orang anggotanya untuk dilepaskan karena mereka tidak bersalah. Namun Kapolresta AKBP Wisnu Handoko, SIK., MM menyatakan bahwa mereka yang ditangkap karena dianggap sebagai pelaku kerusuhan dan pelemparan gedung Bupati.
Tidak puas atas keterangan Kapolres, Nurhayati menghubungi Komnas HAM Perwakilan Sumbar dan LBH Padang meminta supaya dilakukan pemantauan atas penangkapan yang dilakukan oleh Polresta Pariaman.
Atas permintaan lisan tersebut, Rabu (9/7) Komnas HAM yang diwakili oleh Akmal dan LBH Padang diwakili oleh Rony mendatangi Kapolresta Pariaman guna mempertanyakan perihal penangkapan atas 5 orang masyarakat nagari Sungai Sarik.
Dari pembicaraan antara Kapolresta dengan Komnas HAM dan LBH Padang, Kapolresta menyatakan bahwa tidak ada penangkapan tetapi hanya pengamanan saja, bahkan setelah sampai di Mapolresta mereka diberi makan dan istirahat bersama kita, kata Wisnu selaku Kapolresta, dari hasil penyelidikan atas lima orang tersebut, tiga orang tidak terbukti melakukan pengrusakan dan dua orang mengaku melakukan perusakan dengan cara melemparkan batu, bahkan dari indormasi anggota mereka (demonstran) telah menyiapkan batu dan berencana untuk chaos, tambah Wisnu.
Sesuai dengan protap, maka untuk kedua orang ini akan dilakukan proses hukum lebih lanjut, dan kemungkinan akan ditahan, tetapi tidak tertutup kemungkinan akan ditangguhkan apabila ada pigak yang menjamin sesuai dengan aturan undang-undang, lanjut Wisnu.
Ketika ditanyakan bahwa anggotanya melakukan tindakan penganiayaan terhadap para demonstran, Wisnu menagaskan bahwa anggotanya tidak ada melakukan kekerasan, bahkan mereka tidak dilengkapi dengan prosedur pengamanan (Dalmas) dengan alasan untuk menghindari kejadian yang terjadi di UNAS. Pernyataan itu diamini juga oleh Kaops dan Kanit serse yang mendampingi Wisnu dalam pertemuan tersebut.
Setelah pertemuan dengan Kapolresta, Komnas dan LBH Padang menemui 5 orang anggota masyarakat yang ditangkap, dari keterangan mereka sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Wisnu. Dari kelima orang tersebut menyatakan mereka ada yang dikejar sampai ke Plasa Pariaman oleh 10 orang anggota polisi dan diseret serta dipukul menggunakan pentungan sehingga kepalanya membengkak dan ada yang mata sebelah kirinya ditonjok oleh seorang anggota polisi sesampai di Mapolresta, bahkan ketika mereka melaporkan hal itu, pihak kepolisian tidak menghiraukannya.
Demo yang berujung dengan pelemparan tersebut terjadi karena telah 4 (empat)kali mereka melakukan aksi, tidak satupun pejabat yang mau menemuinya, selain demo mereka sebelumnya juga telah melangkan surat untuk dapat hearing dengan DPRD dan Bupati, tetapi tidak ada kabar beritanya sehingga terjadilah demo. Mengenai pelemparan batu tersebut terjadi karena Upik (48) salah seorang anggota masyarakat ditampar oleh Satpol PP dan dilanjutkan dengan mengeluarkan kata-kata kasar, tidak tahan melihat Upik diperlakukan seperti itu, maka perang mulut tidak dapat dihindari sehingga emosi massa terpancing dan terjadilah aksi yang brutal tersebut.
Dari keterang salah seorang anggota Dewan komisi A, menyebutkan bahwa DPRD telah mengagendakan pertemuan dan hearing dengan masyarakat bahkan telah tiga kali diagendakan, tetapi tidak tau atas usulan siapa, agenda tersebut dicoret. Dan pada tanggal 1 Juli jam 9.00 WIB kemaren dilakukanlah rapat paripurna, karena ketidak hadiran Bupati, maka agenda ditunda sampai jan 16.30 WIB, pada jam 16.30 tersebut Bupati tidak juga hadir sehingga diputuskan Paripurna dinyatakan batal, tau-tau pada jam 22.00 WIB staf DPRD menelpon supaya anggota DPRD berkumpul di Gedung DPRD guna membahas paripurna tentang pilihan tempat ibukota Padang Pariaman. Pertemuan yang berlangsung sampai jam 4.00 WIB tersebut dihadiri 22 orang anggota Dewan dan dijaga ketat oleh Polisi dibantu Satpol PP Padang Pariaman, dari pertemuan tersebut disepakati bahwa Ibukota Padang Pariaman dipindahkan ke Parik Malintang. Dan pada tanggal 2 Juli diadakan pertemuan lanjutan untuk mensahkan kesepakatan pada malam tanggal 1 Juli tersebut.
Anggota dewan tersebut menambahkan bahwa aksi tersebut terjadi karena memang sebelumnya Muslim Kasim telah berjanji kepada masyarakat sungai sariak ketika peresmian MTQ dan Ketika ia kampanye, apa bila ia terpilih menjadi Bupati maka Ibukota Kabupaten berada di Sungai Sarik. Jadi tidak salah kiranya mereka (Masyarakat) melakukan aksi.
Sesampai di Kantor DPRD bukannya harapan yang mereka dapatkan malah seribu kecewa yang berkecamuk didalam diri 250 orang tersebut, karena tidak satupun wakilnya yang berada di gedung putih nan bagonong itu mau untuk menemui mereka. Kondisi ini memaksa 250 orang untuk berfikir cepat dan tanpa aba-aba, mereka berputar dan mengarah kekantor Bupati yang berada tepat dihadapan kantor DPRD Padang Pariaman.
Sayang seribu sayang, aksi mereka dihalang-halangi oleh beberapa orang anggota Satpol PP yang berujung kepada terjadinya aksi dorong-mendorong, dengan kondis yang mulai memanas, salah seorang anggota Satpol PP (tidak diketahui namanya) menampar seorang ibu bernama Upik (48) yang ikut serta dalam aksi tersebut. Ulah dari tindakan Satpol PP itu memancing masyarakat yang tidak pernah mau ditemui oleh Bupati untuk melakukan tindakan anarkis, beberapa orang mulai melayangkan batu-batu kearah kantor Bupati dan menyebabkan kantor yang masih baru itu beberapa kacanya pecah. Bahkan pecahan kaca tersebut mengenai dua orang petugas Satpol PP (Eri Gunung dan Juhari) yang kebetulan menghalang-halangi masyarakat untuk bertemu Bupati.
Semakin sore ternyata kemarahan masyarakat semakin menjadi-jadi karena banyak dari mereka yang dikejar bahkan ada yang dipukul menggunakan tongkat oleh beberapa orang anggota kepolisian Resor Kota pariaman dan Anggota Satpol PP.
Dari kejadian tersebut, 5 orang diciduk (penangkapan tanpa bukti administratif) oleh pihak kepolisian resor kota pariaman, mereka adalah Ag (49), SR (52), Ar (48), Su (23) dan AG (38). Dalam pencidukan tersebut satu orang dipukul dengan kayu dan satu orang mendapat bogem mentah dari polisi setelah sesampainya di polresta pariaman.
Tidak terima anggotanya di tangkap, Nurhayati Kahar dan Khairir Tanjung seberta Wali nagari Suangai Sarik mendatangi Mapolresta Pariaman meminta supaya 5 (lima) orang anggotanya untuk dilepaskan karena mereka tidak bersalah. Namun Kapolresta AKBP Wisnu Handoko, SIK., MM menyatakan bahwa mereka yang ditangkap karena dianggap sebagai pelaku kerusuhan dan pelemparan gedung Bupati.
Tidak puas atas keterangan Kapolres, Nurhayati menghubungi Komnas HAM Perwakilan Sumbar dan LBH Padang meminta supaya dilakukan pemantauan atas penangkapan yang dilakukan oleh Polresta Pariaman.
Atas permintaan lisan tersebut, Rabu (9/7) Komnas HAM yang diwakili oleh Akmal dan LBH Padang diwakili oleh Rony mendatangi Kapolresta Pariaman guna mempertanyakan perihal penangkapan atas 5 orang masyarakat nagari Sungai Sarik.
Dari pembicaraan antara Kapolresta dengan Komnas HAM dan LBH Padang, Kapolresta menyatakan bahwa tidak ada penangkapan tetapi hanya pengamanan saja, bahkan setelah sampai di Mapolresta mereka diberi makan dan istirahat bersama kita, kata Wisnu selaku Kapolresta, dari hasil penyelidikan atas lima orang tersebut, tiga orang tidak terbukti melakukan pengrusakan dan dua orang mengaku melakukan perusakan dengan cara melemparkan batu, bahkan dari indormasi anggota mereka (demonstran) telah menyiapkan batu dan berencana untuk chaos, tambah Wisnu.
Sesuai dengan protap, maka untuk kedua orang ini akan dilakukan proses hukum lebih lanjut, dan kemungkinan akan ditahan, tetapi tidak tertutup kemungkinan akan ditangguhkan apabila ada pigak yang menjamin sesuai dengan aturan undang-undang, lanjut Wisnu.
Ketika ditanyakan bahwa anggotanya melakukan tindakan penganiayaan terhadap para demonstran, Wisnu menagaskan bahwa anggotanya tidak ada melakukan kekerasan, bahkan mereka tidak dilengkapi dengan prosedur pengamanan (Dalmas) dengan alasan untuk menghindari kejadian yang terjadi di UNAS. Pernyataan itu diamini juga oleh Kaops dan Kanit serse yang mendampingi Wisnu dalam pertemuan tersebut.
Setelah pertemuan dengan Kapolresta, Komnas dan LBH Padang menemui 5 orang anggota masyarakat yang ditangkap, dari keterangan mereka sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Wisnu. Dari kelima orang tersebut menyatakan mereka ada yang dikejar sampai ke Plasa Pariaman oleh 10 orang anggota polisi dan diseret serta dipukul menggunakan pentungan sehingga kepalanya membengkak dan ada yang mata sebelah kirinya ditonjok oleh seorang anggota polisi sesampai di Mapolresta, bahkan ketika mereka melaporkan hal itu, pihak kepolisian tidak menghiraukannya.
Demo yang berujung dengan pelemparan tersebut terjadi karena telah 4 (empat)kali mereka melakukan aksi, tidak satupun pejabat yang mau menemuinya, selain demo mereka sebelumnya juga telah melangkan surat untuk dapat hearing dengan DPRD dan Bupati, tetapi tidak ada kabar beritanya sehingga terjadilah demo. Mengenai pelemparan batu tersebut terjadi karena Upik (48) salah seorang anggota masyarakat ditampar oleh Satpol PP dan dilanjutkan dengan mengeluarkan kata-kata kasar, tidak tahan melihat Upik diperlakukan seperti itu, maka perang mulut tidak dapat dihindari sehingga emosi massa terpancing dan terjadilah aksi yang brutal tersebut.
Dari keterang salah seorang anggota Dewan komisi A, menyebutkan bahwa DPRD telah mengagendakan pertemuan dan hearing dengan masyarakat bahkan telah tiga kali diagendakan, tetapi tidak tau atas usulan siapa, agenda tersebut dicoret. Dan pada tanggal 1 Juli jam 9.00 WIB kemaren dilakukanlah rapat paripurna, karena ketidak hadiran Bupati, maka agenda ditunda sampai jan 16.30 WIB, pada jam 16.30 tersebut Bupati tidak juga hadir sehingga diputuskan Paripurna dinyatakan batal, tau-tau pada jam 22.00 WIB staf DPRD menelpon supaya anggota DPRD berkumpul di Gedung DPRD guna membahas paripurna tentang pilihan tempat ibukota Padang Pariaman. Pertemuan yang berlangsung sampai jam 4.00 WIB tersebut dihadiri 22 orang anggota Dewan dan dijaga ketat oleh Polisi dibantu Satpol PP Padang Pariaman, dari pertemuan tersebut disepakati bahwa Ibukota Padang Pariaman dipindahkan ke Parik Malintang. Dan pada tanggal 2 Juli diadakan pertemuan lanjutan untuk mensahkan kesepakatan pada malam tanggal 1 Juli tersebut.
Anggota dewan tersebut menambahkan bahwa aksi tersebut terjadi karena memang sebelumnya Muslim Kasim telah berjanji kepada masyarakat sungai sariak ketika peresmian MTQ dan Ketika ia kampanye, apa bila ia terpilih menjadi Bupati maka Ibukota Kabupaten berada di Sungai Sarik. Jadi tidak salah kiranya mereka (Masyarakat) melakukan aksi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Ditangkap Gara-Gara Demo Menuntut Janji Bupati"
Leave A Reply