7.04.2008

Pledooi Al-Qiyadah

Posted on 02.25 by HUKUM HAM DAN DEMOKRASI

Perihal: Pleidooi Atas Tuntutan JPU Padang, 29 April 2008
Dalam Perkara Pidana
No. 64/Pid.B/2008/PN.PDG



Kepada Yang Terhormat,
Majelis Hakim
Dalam Perkara Pidana Nomor: 64/Pid.B/2008/PN.PDG
Pengadilan Negeri Klas I A Padang


Mempermaklumkan dengan segala hormat, ...............................................................


AKANKAH DEWI KEADILAN JUGA MENYATAKAN ORANG-ORANG YANG BERTAUBAT
SEBAGAI ORANG-ORANG YANG “SESAT” DAN HARUS DIHUKUM ?








Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,
melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam
Perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu terjadi
[Pasal 1 ayat (1) KUHP]


Tiada suatu perbuatan dapat dihukum,
sebelum dinyatakan dalam undang-undang.
Dan apabila ada undang-undang sesudah perbuatan itu terjadi,
tanggal berlakunya Undang-undang tidak boleh surut
[R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, 1980, hal 5.]









Perkenankan kami, Penasehat Hukum dari Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang beralamat di Jalan Pekanbaru nomor 21 Asratek Ulak Karang Padang, atas nama Para Terdakwa menyampaikan Pembelaan/Pleidooi atas Requisitor Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam Perkara Pidana No.: 64/Pid.B/2008/PN.PDG.
Atas nama Para Terdakwa;

1. Nama Lengkap : DEDI PRIADI
Tempat Lahir : Bukittinggi
Tanggal Lahir : 29 September 1963
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Dr. Sutomo No. 12 Kec. Padang Timur, Kota Padang
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Sarjana Ekonomi (S.E.)

2. Nama Lengkap : GERRY LUTFHY YUDISTIRA
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : 2 Agustus 1987
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Dr. Sutomo No. 12 Kec. Padang Timur, Kota Padang
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiwa
Pendidikan : Semester III Fakultas Hukum UNAND

Adapun Pleidooi dimaksud sebagaimana diuraikan berikut ini:


I. PENDAHULUAN

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Sebelum kami menyampaikan nota pembelaan (pleidooi), terlebih dahulu kami menyampaikan ucapan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan bimbingan dan kekuatan kepada kita semua dalam menjalani proses perkara pidana No.64/Pid.B/ 2008/PN.PDG ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih kepada Majelis Hakim yang bijaksana yang telah menjalankan tugas dengan penuh perhatian, kesabaran, jiwa besar, dan tanggung jawab dalam memimpin jalannya proses perkara a quo serta telah memberikan kesempatan untuk membuat serta menyampaikan nota pembelaan (pleidooi) atas Para Terdakwa.

Ucapan terima kasih juga kami alamatkan kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah menjalankan tugasnya dalam rangka penegakan supremasi hukum di Republik tercinta ini dan benar-benar memenuhi perasaan keadilan masyarakat dalam perspektif keadilan yang hakiki (substantial justice).

Sebagaimana dalam suatu peradilan perkara pidana, salah satunya adalah perkara yang sedang kita hadapi sekarang yaitu Perkara no. 64/Pid.B/2008/PN.PDG dengan Terdakwa Dedi Priyadi dan Gerry Luthfi Yudistira adalah suatu proses untuk mencari keadilan dan kebenaran, bila perlu Majelis Hakim dapat membentuk hukum guna mencapai keadilan itu, dan bukan hanya mencari pasal untuk menghukum Para Terdakwa.

Sebagaimana kita ketahui, fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh dapat dicapai oleh manusia tanpa harus mengorbankan hak-hak Para Terdakwa. Yang terbukti akan menjadi fakta hukum yang sah, apabila tidak terbukti maka tidak harus dipaksakan, yang bersalah harus dinyatakan bersalah, yang tidak bersalah akan dinyatakan tidak bersalah. Karena kebenaran merupakan suatu kekuatan, bukan kekuatan yang justru menjadi alat pembenaran.

Salah satu alasan penting dibuat dan disampaikannya Pleidooi ini dihadapan sidang yang mulia ini, sebagai salah satu usaha untuk mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki. Selain itu pembelaan ini merupakan tanggapan/bantahan atas Requisitor Jaksa Penuntut Umum.

Urgensi dari disampaikannya Pleidooi ini dihadapan Hadirin yang terhormat, sebagai salah satu usaha kita sama-sama untuk mencari dan menemukan kebenaran hakiki dalam perkara ini. Pleidooi ini adalah salah satu sisi lain dari Requisitoir Sdr. Jaksa Penuntut Umum, Sebagaimana diungkapkan oleh seorang guru besar dari Harvard University yaitu Prof. Livingstone Hall yang mengatakan : “Pada akhirnya tugas utama seorang Jaksa adalah tidak semata-mata menghukum melainkan adalah untuk menyaksikan bahwa kebenaran dan keadilan ditegakkan”. [1]

Selain itu, Mr.Trapman memberikan karakteristik yang tajam tentang posisi para pihak dalam proses perkara pidana, yaitu posisi 4 (empat) pihak, yaitu Terdakwa, menurut Trapman memiliki penilaian subyektif dari posisi subyektif, Penasehat Hukum (Pembela) memiliki penilaian obyektif dari posisi Subyektif, Jaksa Penuntut Umum sebaliknya mempunyai penilaian subyektif dari posisi obyektif, dan terakhir Hakim memiliki penilaian obyektif dari posisi obyektif.[2] Dari gambaran di atas, Mr. Trapman ingin mengatakan bahwa apapun pendapat Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum yang tidak mustahil saling berbeda dan bertentangan karena posisi yang juga berbeda –Jaksa Penuntut Umum dari posisi penguasa (negara) sedangkan Penasehat Hukum dari posisi Terdakwa— maka hanya Hakimlah satu-satunya yang memiliki posisi “netral” yang obyektif dan karena itu diharapkan mampu memberikan pendapat dan keputusan yang obyektif, tidak memihak dan adil. Maka betapa pun Jaksa Penuntut Umum penilaiannya benar (obyektif) hal itu tetap merupakan penilaian dari sudut/posisi subyektif atau orang yang berpihak.

Ungkapan di atas kami paparkan bukan dimaksudkan untuk menggurui/menyudutkan Jaksa Penuntut Umum, tetapi sekedar mengingatkan bahwa sebenarnya tugas kita disini baik Hakim, Jaksa Penuntut Umum maupun Penasehat Hukum adalah menegakkan kebenaran dan keadilan. Oleh sebab itu, dikarenakan perbedaan sudut pandang, maka dengan sangat terpaksa kami berbeda pendapat dengan Jaksa Penutut Umum, namun demikian tidak mengurangi rasa hormat kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah dengan patuh bersama-sama berusaha menciptakan peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.




Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Dalam persidangan yang mulia ini, terlebih dahulu kami akan menyampaikan kronologis dari kemunculan ajaran/aliran yang disebut dengan “Al-Qiyadah Al- Islamiyah” yang menyebabkan Para Terdakwa disidangkan dalam perkara a-quo.

Aliran di atas, awalnya merupakan perkumpulan majelis ta’lim biasa, yang pertama-tama diajarkan oleh Haji Salam alias Ahmad Musaddeq alias Al-masih Al Maw’ud. Pengajian ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 tetapi belum mempunyai nama. Sekitar tahun 2004, salah seorang peserta pengajian bernama Heri datang ke Kota Padang untuk bertemu dengan sanak keluarga, dalam suatu kesempatan, Heri berbicara dengan Terdakwa I Dedi Priadi (Saudara kandung Heri) tentang persoalan keagamaan dan keutamaan Al-Quran. Dalam pembicaraan itu, Terdakwa I Dedi Priadi tertarik dan mengikuti langkah Heri untuk memperdalam ajaran tentang Al-Quran tersebut.[3]

Dalam perjalanannya, Terdakwa I Dedi Priadi mulai memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur’an yang juga membuat tertarik anggota keluarganya, termasuk Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira. Karena Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira masih muda, sopan, pintar dan dianggap fasih dalam memahami Al-quran, membuat teman-teman Terdakwa II Gerry Lutfi Yudistira menjadi tertarik untuk ikut dalam pengajian Para Terdakwa. Bahkan dalam pengajaran, tidak ada paksaan kepada setiap orang untuk ikut dengan ajaran/pengajian yang dilakukan oleh Para Terdakwa.[4]

Awalnya, Para Terdakwa memberikan pemahaman akan makna yang terkandung dalam Al-Quran kepada teman-teman Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira, dengan adanya pemahaman yang mendalam, menjadi alasan untuk mengembangkan pengajian tersebut. Adalah suatu kebanggaan apabila seorang anak muda, memiliki keinginan untuk mendalami agama dan menjauhi sifat dan sikap yang dianggap sangat menyesatkan seperti narkoba, narkotika, mencuri, berdusta, korupsi bahkan zina. Itulah salah satu daya tarik yang membuat orang berminat untuk masuk dan mengukuti ajaran/pengajian yang selanjutnya disebut dengan Al-Qiyadah Al Islamiyah.

Sejak tahun 2004 sampai dengan bulan Agustus tahun 2006, Al-Qiyadah Al-Islamiyah tidak pernah melakukan penyimpangan yang sekarang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya, shalat lima waktu, puasa, zakat, haji dan bahkan Kalimah syahadatnya masih sama yaitu Ashadualla illahaillah waashaduannaa muhammadarrasullah.[5]


Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Ada satu hal yang sebenarnya menjadi penting untuk kita telaah secara bersama-sama, bahwa sejak Para Terdakwa mengikuti ajaran/aliran yang diajarkan oleh Haji Salam alias Ahmad Musaddeq alias Almasih Al Maw’ud, yaitu dari Agustus 2004 sampai dengan tanggal 2 Oktober 2007 (saat terjadi demonstrasi beberapa Ormas Islam), Para Terdakwa tidak pernah mendapatkan teguran dari siapapun, baik Majelis Ulama, Aparat Hukum, Pemerintah maupun dari masyarakat sekitar.[6] Adapun Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar No. 1/Kpt.F./MUI-SB/IX/2007 Tentang “ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan dan telah keluar dari ajaran Islam” tertanggal 24 September 2007, didapatkan oleh Para Terdakwa setelah mereka diamankan di Markas Polisi Kota Besar (Mapoltabes) Padang, itupun tidak langsung dari MUI Sumbar, tetapi diberikan oleh salah seorang mantan anggota Al-Qiyadah bernama Sarah.[7] Fakta ini menunjukkan bahwa MUI sebagai lembaga yang mengeluarkan Fatwa tidak pernah memberikan secara langsung Fatwa mereka terhadap aliran yang dianggap sesat dan menyesatkan tersebut, yang selanjutnya disebut dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah.

Selanjutnya pada tanggal 2 Oktober 2007 (Bulan Puasa) terjadi aksi demonstrasi di halaman rumah Para Tersangka tepatnya di Jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang, aksi ini dilakukan oleh beberapa ormas Islam, selanjutnya mereka melakukan penyegelan rumah Para Tersangka.[8] Tanggal 3 Oktober 2007 Fatwa MUI Sumbar ditindaklanjuti oleh MUI Pusat dengan ikut mengeluarkan Fatwa No. 4 tahun 2007 yang menyatakan secara tegas aliran Al Qiyadah Al-islamiyah adalah sesat karena telah mengajarkan syahadat baru, adanya Rasul baru (Ahmad Musadeq/Al-Masih Al-Maw’ud)karena telah mendapat wahyu pada tanggal 23 Juli 2006 setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di Kampung Gunung Sari, Desa Gunung Bunder, Kecamatan Cibung Bulan, Kabupaten Bogor, tidak mewajibkan sholat, puasa dan haji.[9]

Berselang dua hari setelah keluarnya Fatwa MUI Pusat, tepatnya tanggal 5 Oktober 2007 Badan Koordinasi (Bakor) pengawas aliran kepercayaan masyarakat dan keagamaan (Pakem) Sumbar mengeluarkan Keputusan nomor 05/PAKEM-SB/10/2007 yang pada intinya menyebutkan bahwa Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah adalah ajaran sesat dan menyesatkan dan telah keluar dari ajaran Islam, Bakor Pakem ini terdiri dari H. Winerdi Darwis, S.H., M.H., Irdam. S.H., M.H., Yusnedi Yakub, S.H., Syofyan, S.H., Letkol. Inf. Yoyo Subro Larang, AKBP. H. Narwin, SmHK, Drs. H. Ismail Usman, dan Drs. Bustari, M.Pd.[10]

Berselang 1 (satu) bulan setelah dipublikasikannya keputusan Bakor Pakem Sumbar diatas, Kejaksaan Agung baru menerbitkan Keputusan No.: Kep-116/A/J.A/11/2007 tepatnya tanggal 9 November 2007 tentang Larangan Kegiatan Aliran dan Ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah di Seluruh Indonesia yang isinya antara lain: Melarang aliran dan ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah dalam segala bentuk di Seluruh Wilayah Indonesia, Memerintahkan kepada jajaran Kejaksaan RI dan Tim Koordinasi PAKEM di seluruh Indonesia untuk melakukan Pengawasan terhadap kegiatan Al-Qiyadah Al- Islamiyah tersebut dan melakukan tindakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila keputusan ini tidak diindahkan, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.[11]


Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Sebenarnya jauh sebelum adanya larangan dari Kejaksaan Agung RI, Para Terdakwa sudah tidak lagi melakukan aktivitas/kegiatan dari aliran/ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang baru dilarang pada tanggal 9 November 2007[12]. Adapun Setelah terjadinya aksi demonstrasi yang dimotori oleh beberapa Ormas Islam yang ada di Kota Padang[13] bahkan sampai perkara ini disidangkan di ruangan yang mulia ini Para Terdakwa telah menghentikan segala kegiatan yang berhubungan dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Konsistensi nyata ditunjukkan Para Terdakwa untuk meninggalkan Ajaran tersebut adalah dengan mengucapkan dua kalimah syahadat “Ashadualla illahaillah waashaduannaa muhammadarrasullah” dan bertaubat dengan sebenar-benarnya Taubat (Taubat Nasuha) yang disaksikan oleh pimpinan Poltabes Padang dan dibimbing oleh H. Gusrizal Gazahar, Lc., M.Ag. di Mushalla Poltabes Padang pada tanggal 13 November 2007[14].


Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Hanya untuk sekedar membuka pemikiran, kami teringat akan perkataan DR. Iur. Adnan Buyung Nasution[15] dalam sambutan pembukaan Seminar Perlindungan Hukum dan HAM Untuk Kebebasan Beragama dan Beribadah Menurut Agama dan Keyakinan (Hotel Sultan, Jakarta, 13-15 Februari 2008), beliau menyatakan bahwa setelah lebih setengah abad merdeka masih ada sekelompok anak bangsa yang diperlakukan diskriminatif, menderita secara lahir dan batin, belum bebas dari rasa takut, merasa tidak bebas melakukan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya, bahkan harus pergi dari tanah kelahirannya dengan hanya karena berbeda dengan kelompok mayoritas lainnya. Padahal pengalaman empiris sejarah bangsa melawan penjajah menunjukkan adanya benang merah perjuangan dan perlindungan hak asasi manusia. Kemerdekaan memberi makna kebebasan, bebas dari rasa takut, bebas dari ancaman, bebas dari intimidasi, bebas dari paksaan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, bebas untuk berkumpul, bebas untuk berpendapat, dan bebas untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan yang diyakini.

Dari pernyataan tersebut dapat kita lihat bahwa Indonesia sebagai negara Kesatuan yang terdiri dari berbagai pulau dan suku bangsa serta telah begitu lama terlepas dari penjajah, ternyata dalam kehidupan berbangsa masih terdapat begitu banyak masalah termasuk terjadi diskriminasi agama (minoritas). Yang seharusnya sudah dapat pupus dengan adanya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup berbangsa, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai acuan dalam melaksanakan penyelenggaraan negara, Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan sekaligus prinsip hidup berbangsa yang menegaskan keberagaman serta Negara Kesatuan RI sebagai konsepsi keberadaban bangsa-bangsa. Kesemua prinsip diatas telah secara nyata menyebutkan negara kita anti diskriminasi, tetapi apa yang terjadi?, malah sebaliknya segala sesuatu dinilai dengan siapa yang kuat dia, maka dia yang menang. Disadari atau tidak kondisi ini memang terjadi. Apakah yang menyebabkan itu terjadi? Salah satunya adalah kekurangfahaman kita terhadap prinsip yang berlaku di negara kesatuan ini.


Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Kembali kepada persoalan ajaran yang dahulu dianut oleh Para Terdakwa, yang dalam persidangan ini didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 156a KUHP, mengutip pernyataan dari Hendarman Supanji (Jaksa Agung RI) yang menyatakan bahwa fatwa sesat yang dikeluarkan MUI tak serta merta menyatakan aliran tersebut dilarang di wilayah hukum Indonesia. Pasal 156a KUHP, memang mengatur kasus-kasus seperti di atas. Walaupun pasal tersebut selalu menjadi target serangan kelompok lain, tapi faktanya masih berlaku di Indonesia. Pasal 156a tersebut baru bisa efektif setelah ada pembahasan forum badan koordinasi (Bakor) pengawas aliran kepercayaan masyarakat dan keagamaan (Pakem). Prosedurnya, forum bakor pakem yang terdiri dari Departemen Agama, Kejaksaan, Kepolisian, BIN serta tokoh masyarakat ini menetapkan suatu aliran dinyatakan sesat. Setelah dinyatakan sesat, baru kemudian dilarang. Setelah pelarangan itu, apabila aliran tersebut masih dijalankan, maka Pasal 156a sudah bisa digunakan. “Kalau belum masuk bakor pakem dan prosedur tersebut juga belum dijalankan, maka belum bisa masuk ke pasal penodaan agama tersebut,”. Prosedur yang diterangkan ini mengacu pada Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 (UU No 1/PNPS/1965) tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.[16]

Pernyataan Hendarman Supanji diatas sebenarnya telah membuat terang posisi pemimpin dan pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah Jaziroh Padang. Mereka telah dengan sadar menghentikan semua kegiatan-kegiatan sebelum adanya pelarangan dari Kejaksa Agung RI. Sehingga Penetapan Dedi Priadi dan Gerry Luthfi Yudistira pada tanggal 1 November dan 5 November 2007 sebagai Tersangka dalam perkara Penodaan Agama yang diatur dalam Pasal 156a KUHP merupakan catatan kelam dalam proses penegakan hukum yang berwawasan HAM.

Diakhir pendahuluan ini, perlu kami tegaskan bahwa Pasal 156a KUHP yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum bukanlah pasal yang berasal dari Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda. tetapi berdasarkan gagasan pada Seminar Hukum Nasional I Pada tahun 1963, dalam salah satu resolusinya dikatakan bahwa dalam reformasi hukum pidana yang akan datang perlu ditelaah secara mendalam tentang adanya delik-delik agama dalam KUHP, selanjutnya dikatakan bahwa tidakkah pengakuan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan kausa prima dalam negara dengan Pasal 29 UUD 1945 yang menjadi dasar dalam kehidupan beragama di Indonesia. Delik-delik agama dapat hidup berdampingan dengan delik-delik kesusilaan, bahkan bisa mengambil unsur agama sebagai inspitasinya, dari Seminar Hukum Nasional I maka terwujudlah UU No.1 /Pnps/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.[17] Pada Pasal 4 UU tersebut dengan tegas dan langsung memerintahkan agar pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.”

Untuk dapat diterapkannya/didakwakanya pasal 156a KUHP untuk kasus-kasus “aliran/ajaran yang dianggap menyimpang” termasuk didalamnya adalah kasus yang sedang disidangkan, terlebih dahulu harus ada pelarangan/perintah untuk menghentikan perbuatan itu oleh suatu keputusan bersama antara Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Jika setelah pelarangan itu masih ada pelanggaran, maka orang, anggota atau pengurus dari organisasi/aliran/ajaran kepercayaan itu, baru bisa dituntut sesuai dengan pasal 156a KUHP.

Pentingnya Pelarangan tersebut, karena aliran/ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah di Padang tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki hubungan yang erat dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah di daerah lain yang berpusat di Jakarta, sehingga Keputusan Bakor Pakem Daerah (Sumatera Barat) tidak dapat dipakai menjadi acuan untuk pelarangan ataupun untuk penindakan, tetapi harus didasarkan pada keputusan bersama antara Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

II. FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN

II.1 Pemeriksaan Pendahuluan tidak Berdasarkan Ketentuan Hukum yang Berlaku.

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.[18] Negara Hukum dalam Konstitusi ini bermakna bahwa negara menjunjung tinggi nilai keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia (HAM) dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Untuk itu, Presiden bersama dengan DPR-RI merancang dan mensahkan pedoman pelaksanaan tugas aparat hukum dalam proses pidana, yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,[19] sebagai Hukum Formil dari KUHP yang harus dipedomani oleh seluruh aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Penasehat Hukum dan Hakim), agar terjaminnya harkat dan martabat (HAM) seseorang.

Bahwa berkaitan dengan Penetapan Dedi Priadi dan Gerry Lutfhi Yudistira menjadi Terdakwa dalam perkara Pidana No. 64/Pid.B/2008/PN.PDG, jelaslah telah terjadi pelanggaran atas ketentuan pada Pasal 1 ayat (1) KUHP dan Pasal 28i ayat (1)UUD 1945 yang didalamnya terdapat asas legalitas dan asas non-retroaktif.[20]

Bahwa konsekuensi dari Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) KUHP di atas, maka seseorang hanya dapat dijatuhi hukuman, jika perbuatannya itu telah tegas ada atau diatur, kondisi ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dengan istilah “Nulla poena sine lege, Nulla poena sine crimine, Nullum crimen sine poena legali” (tidak ada hukuman kalau tidak ada undang-undang, tidak ada hukuman kalau tidak ada kejahatan, tidak ada kejahatan kalau tidak ada hukuman yang berdasarkan Undang-undang),[21] dan sesuai dengan Pasal 28i ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun[22], atau lebih dikenal dengan asas non-retoaktif yang memiliki konsekuensi bahwa tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (subyek hukum) tidak dapat dipidana berdasarkan aturan yang datang kemudian


Bahwa menurut ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, Surat Dakwaan harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan dengan menyebutkan waktu (tempus delicti) dan tempat tindak pidana (locus delicti) itu dilakukan. Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan pasal ini adalah batal demi hukum[23].

Adapun yang menjadi dasar bagi kami menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran atas ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP dan Pasal 28i ayat (1) UUD 1945 serta Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP adalah:

II.1.1 Penyidikan tidak sah

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Bahwa penyidikan dalam perkara a-quo tidak sah karena untuk melakukan upaya penyidikan, Penyidik harus mempunyai dasar hukum apakah perbuatan Tersangka merupakan suatu tindak pidana atau bukan. Dimana dalam hal ini penyidik tidak mendasari tindakannya pada Pasal 156a KUHP (pasal yang keberadaannya lahir atas perintah UU No.1/Pnps/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama), penerapan pasal mana harus didahului dengan adanya perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Sementara keputusan keputusan yang dijadikan dasar untuk mendakwa Para Terdakwa dalam perkara a-quo –yang bukan merupakan Surat Keputusan Bersama, baru dikeluarkan oleh Jaksa Agung pada tanggal 9 November 2007 dengan Nomor: Kep-116/A/JA/11/2007 yang isinya antara lain:
- Melarang aliran dan ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah dalam segala bentuknya diseluruh wilayah Indonesia;
- Memerintahkan kepada jajaran Kejaksaan Agung RI dan Tim Koordinasi PAKEM di Seluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Al- Qiyadah Al-Islamiyah tersebut dan melakukan tindakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila keputusan ini tidak di Indahkan.

Bahwa proses Penyidikan Terhadap Terdakwa I Dedi Priadi telah dilakukan sejak tanggal 1 November 2007 dan terhadap Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira dilakukan sejak tanggal 5 November 2007. Sesuai ketentuan Pasal 3 UU No. 1/Pnps/1965[24], tindakan hukum terhadap aliran/ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah baru bisa dilakukan apabila keputusan Jaksa Agung di atas tidak diindahkan oleh Pimpinan maupun Pengikut aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Dengan demikian, tidak ada ketentuan hukum pidana manapun yang dilanggar oleh Para Terdakwa terkait dengan aliran/ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah sesuai asas legalitas .

Bahwa dalam perkara a-quo, pihak Poltabes Padang telah melakukan proses hukum terhadap Terdakwa I Dedi Priadi dan Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira sebelum adanya Keputusan pelarangan dari lembaga yang berwenang dalam hal ini adalah Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Sementara sebelum Jaksa Agung menerbitkan surat keputusan Nomor: Kep-116/A/JA/11/2007 tanggal 9 November 2007, Para Terdakwa telah menghentikan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah (setelah terjadinya Demo pada tanggal 2 Oktober 2007). Oleh karena keputusan pelarangan oleh Jaksa Agung terbit setelah kegiatan yang dilakukan oleh Para Terdakwa sehubungan dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah berhenti, maka larangan tersebut tidak dapat diberlakukan surut sesuai asas non-retroaktif.

Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa proses Penyidikan yang dilakukan terhadap Para Terdakwa adalah tidak sah dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP dan Pasal 28i ayat (1) UUD 1945.


II.1.2 Penuntutan tidak sah

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Bahwa pada Bab XV KUHAP disebutkan, Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili (Pasal 137). Walaupun begitu, Penuntut umum dapat memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum dan menuangkan dalam surat ketetapan (Pasal 140 ayat 2a).

Bahwa berkaitan dengan perkara Pidana No. 64/Pid.B./2008/PN.PDG atas nama Terdakwa I Dedi Priyadi dan Terdakwa II Gerry Lutfhi Yudistira, seharusnya tidaklah sampai pada proses persidangan di ruangan yang mulia ini, karena secara tegas UU No. 1/Pnps/1965 menyatakan bahwa penerapan Pasal 156a KUHP baru bisa dilakukan apabila telah ada pelarangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No.1/Pnps/1965.

Bahwa ketegasan atas pemberlakuan Pasal 156a KUHP (dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara a-quo) sebenarnya juga telah dinyatakan oleh Hendarman Supanji selaku Jaksa Agung RI dalam wawancara dengan Hukumonline.com setelah melakukan inspeksi mendadak di Kejaksaan Negeri Tangerang (24 Oktober 2007), “Pasal 156a KUHP baru bisa efektif setelah ada pembahasan forum badan koordinasi (Bakor) pengawas aliran kepercayaan masyarakat dan keagamaan (Pakem). Forum ini menetapkan suatu aliran dinyatakan sesat, setelah dinyatakan sesat, baru kemudian dilarang, setelah aliran tersebut dilarang, tetapi masih ada yang menjalankannya maka Pasal 156a KUHP sudah bisa digunakan”[25].

Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa penuntutan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Padang terhadap Para Terdakwa tidak mengacu kepada Pasal 140 ayat (2a) KUHAP yang seharusnya membawa Jaksa untuk menghentikan penuntutan karena peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.


II.1.3 Surat Dakwaan Obscuur Libel

Bahwa Surat Dakwaan tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu kejadian (tempus delictie). Jaksa Penuntut Umum hanya menerka-nerka suatu peristiwa pidana, hal mana dapat dilihat dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum halaman 1, alinea 1, baris 2 disebutkan “Bahwa mereka Terdakwa I Dedi Priyadi dan Terdakwa II Gerry Lufhti Yudistira pada hari senin tanggal 15 Oktober No. 12 Padang.......dst........” ;. Dakwaan ini membuktikan, bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dalam menentukan tempus delictie suatu tindak pidana yang dilakukan oleh para Terdakwa[26].

Bahwa disamping itu, Surat Dakwaan juga tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap karena uraian peristiwa pidana yang didakwakan pada Para Terdakwa tidak menggambarkan perbuatan yang dilakukan oleh Para Terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 156 a KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP, hal ini terlihat jelas dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum halaman 2, alinea ke-3, disebutkan “Sekembali dari Jakarta Terdakwa Dedi Priyadi menyebarkan ajaran Al-Qiyadah Al- Islamiyah kepada orang lain termasuk pada Terdakwa II Gerry Lufhti Yudistira ......................., selanjutnya Para Terdakwa secara sembunyi-sembunyi dan terbatas mengadakan wirid dengan mengundang teman-teman Terdakwa Gerry Lufhti Yudistira dst.............” Dari dakwaan tersebut terlihat, bahwa perbuatan Para Terdakwa tidak dilakukan dimuka umum sebagaimana disebutkan dalam unsur Pasal 156 a KUHP[27].

Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Batal demi hukum, karena bertentangan dengan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 41 K/Kr/1973 tanggal 25 Januari 1975 dan Nomor : 492 K/Kr/1981, serta buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan terbitan Kejaksaan Agung Republik Indonesia 1985 halaman 14-16.


II.2 Pembuktian

II.2.1 Alat Bukti yang Diajukan Jaksa Penuntut Umum
II.2.1.1 Keterangan Saksi-saksi

II.2.1.1.1 Allan Prima Rosadi (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar saksi ikut dalam pengajian Al-Qiyadah Al-Islamiyah sejak SMA dan telah bertaubat sejak November 2007.

Bahwa benar saksi tertarik dengan aliran ini karena membahas Al-Quran, ketertarikan ini diawali ketika diajak oleh Terdakwa II untuk membahas dan mengkaji Al-Quran, selanjutnya saksi belajar dari Terdakwa I, Terdakwa II dan orang yang datang dari luar Padang.

Bahwa benar saksi ikut dalam aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah bukan karena dipaksa ataupun diundang tetapi atas keinginan/kemauan sendiri

Bahwa benar buku-buku tentang Al-Qiyadah tidak ada ditulis oleh Para Terdakwa, Buku “Ruhul Qudus yang Turun Kepada Al-Masih Al-Maw’ud” ditulis oleh orang Jakarta.

Bahwa benar tempat pertemuan Al-Qiyadah Al-Islamiyah di Rumah Para Terdakwa Jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang, pertemuan itu dilaksanakan 2 (dua) kali Seminggu, dan diikuti lebih kurang 10 orang setiap pertemuan. Pertemuan ini dilaksanakan secara tertutup (hanya untuk anggota saja)

Bahwa benar tidak ada tempat pertemuan lain, selain dari rumah Para Terdakwa Jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang.

Bahwa benar sebelum adanya demonstrasi pada tanggal 2 Oktober 2007 tidak ada peringatan, teguran ataupun larangan dari pihak manapun

Bahwa benar pada tanggal 2 Oktober 2007 telah terjadi demonstrasi di Jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang oleh beberapa orang dengan membawa karton berisikan tulisan yang Saksi tidak ingat lagi isinya

Bahwa benar setelah terjadinya demonstrasi tidak ada pertemuan/kegiatan Al-Qiyadah yang dilakukan oleh Para Terdakwa bahkan diskusi-diskusi kecilpun tidak ada, karena setelah demo terjadi Para Terdakwa langsung diamankan di Poltabes Padang.

Bahwa benar saksi mengetahui Para Terdakwa telah bertaubat melalui koran dan televisi pada bulan November 2007.

Bahwa benar saksi tidak mengetahui kegiatan aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah melalui internet dan tidak pernah melihat tulisan Para Terdakwa di internet.

II.2.1.1.2 Sutan Rosser Nursewan (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar Saksi tidak kenal dengan Terdakwa I, dan Kenal dengan Terdakwa II karena Terdakwa II adalah Teman dari anak Saksi yang bernama Dian Putri Ayu panggilan Ayu, selain itu Terdakwa II Juga sering mengantar dan menjemput anak saksi.

Bahwa benar sebelumnya saksi tidak mengetahui kegiatan pengajian yang diikuti anaknya adalah aliran sesat dan tidak tahu secara langsung kegiatan pengajian yang dilakukan oleh Para Terdakwa, melainkan dari pemberitaan massa.

Bahwa benar Saksi tidak mengetahui dengan pasti tempat dilakukannya pengajian Al-Qiyadah dan Saksi juga tidak tahu berapa kali pertemuan/pengajian dilaksanakan dalam satu minggu.

Bahwa benar dalam keseharian anak Saksi tidak pernah menyalahkan Ibadah Orang tuanya, bahkan dalam keseharian Anak Saksi tidak pernah melawan kepada orang tua.

Bahwa benar Para Terdakwa telah bertaubat pada tanggal 13 November 2007 yang dilaksanakan di Mushalla Mapoltabes Padang, proses pertaubatan ini juga dihadiri oleh Ketua MUI bidang Fatwa dan Saksi sendiri.


II.2.1.1.3. Zamzami Darwis (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar Saksi mengenal Para Terdakwa karena sebelumnya pernah bertemu, Terdakwa II merupakan sahabat dari anak saksi yang bernama Alan Prima semenjak duduk di SMA. Selain itu Terdakwa II juga sering datang ke rumah Saksi.

Bahwa benar anak saksi pernah meminta izin untuk ikut pengajian di rumah Para Terdakwa dengan membawa Al-Qur’an dan pada waktu itu Saksi sangat bangga, karena anak saksi mencoba untuk mendalami Al-Qur’an, bahkan Terdakwa I juga pernah mengingatkan Saksi untuk sering membaca Al-Qur’an.

Bahwa benar Saksi mengetahui ajaran/pengajian yang diikuti anak Saksi bersama Terdakwa II adalah aliran sesat dari media, tidak secara langsung.

Bahwa benar Saksi pernah bertanya kepada MUI, dari MUI Saksi tahu ada aliran Al-Qiyadah, tetapi terhadap aliran itu belum ada Keputusan/ Fatwa MUI .

Bahwa benar para Terdakwa telah bertaubat, dan saksi mengetahuinya dari media massa


II.2.1.1.4 Dian Putri Ayu (disumpah), menerangkan :

Bahwa benar Saksi mengenal Para Terdakwa, Terdakwa II adalah sahabat Saksi semenjak SMA, sedangkan Terdakwa I adalah Ayah dari Terdakwa II.

Bahwa benar Saksi belajar agama semenjak SMA dan yang membuat Saksi tertarik pada waktu itu Saksi merasa pemahaman terhadap agama dan Al-Qur’an minim, sedangkan pada aliran ini ada pembahasan mengenai Al-Qur’an.

Bahwa benar salah satu hal yang dibahas adalah bacaan do’a Iftitah, selain itu ada yang namanya shalat Qiyamul la’il (shalat malam) yang pengerjaannya tidak berbeda dengan shalat biasa (5 waktu).

Bahwa benar saksi kaget ketika ada Nabi baru setelah Muhammad S.A.W. tetapi selanjutnya diterangkan bahwa Al-Masih Al-Maw’ud hanyalah penyampai risalah, sehingga Saksi bisa menerimanya.

Bahwa benar yang mengikuti pengajian berjumlah lebih kurang 10 orang perkali pertemuan, dalam pertemuan ada yang memberikan ceramah, diantaranya ada Para Terdakwa. Dalam pengajian alat yang digunakan hanya Al-Qur’an dan buku tulis untuk mencatat.

Bahwa benar saksi pernah di Mitsaq (disumpah) bersama-sama dengan Terdakwa II, yang dipandu oleh orang dari Jakarta (tidak ingat namanya) dan dilakukan di ruangan tertutup.

Bahwa benar tempat diadakannya pengajian adalah di Jalan Dr. Sutomo 12 Padang rumahnya Para Terdakwa dan Saksi tidak tahu persoalan Al-Qiyadah di internet.

Bahwa benar Saksi ikut pengajian Al Qiyadah sudah 2 tahun dan berhenti setelah ada demonstrasi tanggal 2 Oktober 2007, dan semenjak itu tidak ada lagi pengajian baik yang diikuti oleh Saksi maupun yang dilakukan oleh Para Terdakwa.

Bahwa benar sebelum ada demo tanggal 2 Oktober tidak ada larangan yang diterima oleh Al-Qiyadah. Baru setelah demo Saksi mendengar ada larangan terhadap Al-Qiyadah diantaranya larangan dari MUI dan Bakorpakem.

Bahwa benar saksi tidak mengetahui tentang kejadian pada tanggal 15 Oktober 2007 berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh Para Terdakwa.

Bahwa benar Para Terdakwa telah bertaubat di Poltabes Padang 3 (tiga) hari setelah Saksi Bertaubat) dan saksi melihatnya di televisi.


II.2.1.1.5 Riphaldie Taufik (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar Saksi mengenal Para Terdakwa.

Bahwa benar Terdakwa II adalah sahabat Saksi semenjak SMA dan Terdakwa I adalah Ayah dari Terdakwa II.

Bahwa benar Terdakwa II pernah menyampaikan kepada saksi tentang aliran Al-qiyadah Al-Islamiyah dan mempunyai struktur kepemimpinan, tertinggi disebut A’la kemudian diikuti dengan tingkatan kebawah selanjutnya Najm, Siroj, Buruj, Mitsbah (yang dibina);

Bahwa benar Terdakwa I berada di posisi Siroj sedangkan Terdakwa II di posisi Buruj sama dengan Saksi pada waktu masih di Al-Qiyadah.

Bahwa benar dalam pelaksanakan kegiatan dilakukan di lantai 2 Jl. Dr. Sutomo 12 Padang, yang hanya dihadiri oleh anggota saja berjumlah lebih kurang 10-15 orang.

Bahwa benar perihal Buku Ruhul Qudus, sepengetahuan saksi, Para Terdakwa tidak pernah membuatnya tetapi yang membuat adalah orang dari Jakarta.

Bahwa benar adanya nama Al Qiyadah baru akhir-akhir 2006, sebelumnya aliran ini tidak ada namanya hanya pengajian biasa saja.

Bahwa benar selama mengikuti aliran Al Qiyadah tidak pernah mendapatkan teguran ataupun larangan baik dari masyarakat ataupun pemerintah,

Bahwa benar pada tanggal 2 Oktober 2007 terjadi demo di Jl Dr. Sutomo 12 Padang, yang pada waktu itu Saksi akan berangkat ke Kampus, tiba-tiba Saksi melihat orang banyak berkumpul di Dr. Sutomo 12 Padang.

Bahwa benar setelah tanggal 2 Oktober 2007 sudah tidak ada lagi kegiatan-kegiatan maupun pertemuan, karena rumah Para Terdakwa sudah dipasang police line dan Para Terdakwa diamankan oleh Polisi di Poltabes Padang

Bahwa pada tanggal 15 Oktober Saksi berada di Rumah dan tidak tahu tentang kejadian pada tanggal 15 Oktober 2007 tersebut.

Bahwa benar Saksi telah bertaubat pada tanggal 8 November 2007 dan Para Terdakwa bertaubat pada tanggal 13 November di Poltabes Padang. Pasca Demo dan Taubat tidak ada lagi kegiatan Al Qiyadah.

Bahwa benar saksi tidak tahu dengan Website, yang ada hanya chating menggunakan Internet untuk berdialog agama dengan penganut agama lain.

Bahwa benar buku-buku yang ada di Al Qiyadah tidak satupun dikarang/dibuat oleh Para Terdakwa


II.2.1.1.6 Asmiliar (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar Saksi kenal dengan Terdakwa II karena sering ke rumah saksi untuk menjemput anak saksi bernama Juis Marlina, sedangkan Saksi tidak kenal dengan Terdakwa I.

Bahwa benar ketika menjemput anak saksi, Terdakwa II sering membawa Al Quran. Bahkan mereka sering berbicara di rumah Saksi tetapi tidak tahu apa yang dibicarakan.

Bahwa saksi tahu adanya perbedaan dalam ajaran Al Qiyadah adalah dari keterangan Juis, tidak ada Saksi mendengar langsung dari Para Terdakwa.


II.2.1.1.7 Erna Yanti (disumpah), menerangkan:

Bahwa Saksi adalah Ketua RT I/RW V Jl Dr. Sutomo Padang.

Bahwa Saksi baru tahu rumah Para Terdakwa sebagai tempat pengajian aliran sesat setelah demonstrasi terjadi.

Bahwa pada saat pengeledahaan saksi melihat ada buku seperti “Ruhul Qudus” dan lain-lain, pada waktu itu banyak buku yang diambil oleh Polisi dan Saksi tidak bertemu dengan Para Terdakwa yang ada hanya Istri Terdakwa.

Bahwa saksi tidak pernah tahu tentang ajaran Terdakwa, hanya saja tahu dari orang, selain itu buku-buku yang disita, Saksi tidak pernah melihat sebelumnya. Hanya pada saat penyitaan saja Saksi melihatnya.

Bahwa setelah terjadi demo pada tanggal 2 oktober 2007 rumah Para Terdakwa di Police line dan semenjak itu tidak pernah melihat Para Terdakwa di rumah Jl Dr. Sutomo No. 12.


II.2.1.1.8 Maria Ningsih (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar Saksi mengenal Para Terdakwa, Terdakwa I adalah Suami Saksi dan Terdakwa II adalah anak dari Saksi.

Bahwa benar Saksi juga ikut dalam pengajian semenjak tahun 2005, dalam rangka memahani Al-Quran dan belajar tafsir, adapun pengajian itu dahulunya hanya khusus untuk keluarga.

Bahwa benar ajaran yang disampaikan oleh Para Terdakwa pada awalnya tidak berbeda dengan ajaran Islam yang dianut di Indonesia.

Bahwa benar sebelumnya pengajian ini tidak memiliki nama, baru pada akhir 2006 diberikan nama Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Saksi baru mengetahui pada tahun 2007.

Bahwa benar pada tahun 2007, bagi yang ikut dalam aliran Al-Qiyadah diambil sumpah (Mistaq) yang diantaranya berbunyi “Tidak boleh berzina, tidak boleh mencuri, tidak boleh berbohong dan tidak boleh menggugurkan kandungan” dan yang mengambil sumpah adalah Heri.

Bahwa benar, rumah Saksi dijadikan tempat untuk berkumpul dan melakukan pengajian, yang dilaksanakan di Lantai II, sedangkan Lantai I digunakan sebagai tempat usaha keluarga.

Bahwa benar dalam Al Qiyadah Terdakwa I berada di Siroj dan Terdakwa II berada di Buruj, diatas Siroj masih ada kepemimpinan yang disebut Toriq, jadi Siroj bukanlah pimpinan tertinggi di Al-Qiyadah, tetapi Toriklah yang tertinggi.

Bahwa benar pada tanggal 2 Oktober 2007 telah terjadi demonstrasi di Jl. Dr. Sutomo No. 12 Padang oleh beberapa orang dengan membawa spanduk “Al-Qiyadah Al Islamiyah adalah aliran sesat, Bunuh Dedi dan Heri” dan masih banyak lagi kata-kata makian yang diucapkan didalam spanduk tersebut.

Bahwa benar setelah terjadi demonstrasi, Saksi beserta Para Tersangka dan keluarga diamankan ke Poltabes Padang, selanjutnya Rumah Saksi di Police line oleh Polisi.

Bahwa benar saksi dan Para Terdakwa diamankan di Poltabes Padang pada tanggal 2 Oktober sampai tanggal 7 Oktober 2007, dan selanjutnya Para Terdakwa diwajibkan untuk melapor kepada kepada poltabes setiap hari.

Bahwa benar semenjak tanggal 2 Oktober 2007 sampai hari ini tidak ada lagi kegiatan yang berhubungan dengan Al-Qiyadah.

Bahwa benar sebelum tanggal 2 Oktober 2007 tidak ada teguran, peringatan bahkan larangan dari pihak manapun termasuk pemerintah

Bahwa benar pada tanggal 14 dan 15 Oktober Saksi dan Terdakwa I berada di rumah keluarga yaitu di Jalan Sisingamangaraja dan pada tanggal 15 Oktober Terdakwa I pergi bersama keluarga ke Bungus.

Bahwa benar pada tanggal 13 November Para Terdakwa telah bertaubat di kantor Poltabes Padang yang juga diikuti oleh Saksi serta dihadiri oleh MUI (Gusrizal Gazahar, Lc., M.Ag.).


II.2.1.2 Ahli M. Muchlis Bahar, Lc. M. Ag. (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar Ahli adalah Dosen IAIN dan juga menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI Sumbar semenjak tahun 2005, adapun tugas Komisi Fatwa adalah memberikan fatwa, menjawab pertanyaan masyarakat, memberikan diskusi di daerah-daerah mengenai agama, dan membahas aliran-aliran yang berkembang di masyarakat.

Bahwa benar sebelum dikeluarkan fatwa, MUI bermaksud untuk mengirim surat pada pengurus Al-Qiyadah namun urung dilakukan karena aliran tersebut sudah sangat meresahkan masyarakat, lagipula kalaupun mereka dipanggil mereka juga tidak akan datang.

Bahwa benar sebelum dikeluarkan Fatwa, terlebih dahulu ada laporan masyarakat, selanjutnya MUI mengirim utusan untuk melakukan penelitan kelapangan dengan cara ikut serta menjadi anggota aliran yang dicurigai, selanjutkan utusan akan mengambil beberapa data untuk dipelajari lebih lanjut, apabila telah cukup bukti baru, dibuat kesimpulan dan baru dikeluarkan Fatwa.

Bahwa benar setelah keluarnya Fatwa tindakan yang dilakukan pada kelompok ini adalah memonitor perkembangan ajaran ini dan menghimbau pada masyarakat agar tidak terpengaruh pada ajaran ini

Bahwa benar saksi tahu dengan Fatwa MUI No.: 1/Kpt.F/MUI-SB/IX/2007 tanggal 24 September 2007 yang menyatakan ajaran Al-Qiyadah Al Islamiyah adalah ajaran sesat dan menyesatkan, dan disosialisasikan setelah terjadinya demo pada bulan puasa

Bahwa benar berkaitan dengan aliran Al-Qiyadah, pada bulan puasa telah terjadi demonstrasi, sebagai reaksi dari keluarnya Fatwa MUI.

Bahwa benar Fatwa MUI tidak mempunyai kekuatan hukum, tetapi setelah ada Fatwa, maka diserahkan kepada Bakor Pakem dan Bakor Pakem mengeluarkan keputusan dengan mempertimbangkan fatwa dari MUI.

Bahwa benar berkaitan dengan pertobatan, itu merupakan urusan manusia dengan Allah tapi jika urusannya dengan manusia pelaku harus meminta maaf secara langsung pada para korban dan keluarga korban, dan setelah tobat maka pengikut aliran ini dapat dirangkul kembali


II.2.2 Alat Bukti yang Diajukan Para Terdakwa
II.2.2.1 Keterangan Saksi-saksi

II.2.2.1.1 Rinaldo Azwar (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar saksi kenal dengan Terdakwa I tetapi tidak ada hubungan keluarga, akan tetapi dengan Terdakwa II adalah anak kandung dari Saksi

Bahwa benar Saksi mengetahui pada tanggal 2 Oktober 2007 telah terjadi demonstrasi di Jalan Dr. Sutomo, karena diberitahu oleh Terdakwa II

Bahwa benar Saksi tidak curiga sama dengan pengajian yang di ikuti Terdakwa II selama Saksi yang masih muda mau memperdalam Al-Quran.

Bahwa benar pada bulan April 2007, Zamzami (ayah saksi Alan Prima R) memberitahu Saksi tentang hal-hal yang mencurigai dari kegiatan anak-anak.

Bahwa benar saksi kemudian menanyakan pada Terdakwa II, persoalan apa yang disebutkan oleh Zamzami, akan tetapi kecurigaan tersebut tidak terbukti, karena Terdakwa II selalu sholat dan berpusa sebagai mana umat muslim lainnya.

Bahwa benar setelah demonstrasi tanggal 2 Oktober 2007, dirumah para Terdakwa di jalan Dr. Sutomo tidak ada lagi aktifitas kegiatan-kegiatan Al-Qiyadah karena rumah sudah di police line.

Bahwa benar Para Terdakwa ingin berdialog dengan MUI untuk mencari tahu kebenaran tentang ajaran yang dianutnya, akan tetapi MUI menolaknya.

Bahwa benar Para Terdakwa telah bertaubat pada tanggal 13 November 2007 di mushala Poltabes Padang.


II.2.2.1.2 M. Hasymi, S.E. (disumpah), menerangkan:

Bahwa benar Saksi kenal dengan Terdakwa I dan Terdakwa II, tetapi tidak ada hubungan keluarga.

Bahwa benar Saksi dahulu adalah anggota Al-Qiyadah, tetapi telah bertaubat pada tanggal 13 November 2007 bersama-sama dengan Para Terdakwa di Poltabes Padang yang juga disaksikan oleh MUI Sumbar.

Bahwa benar semenjak Saksi ikut pengajian sampai dengan adanya demonstrasi tidak pernah ada teguran, peringatan atau larangan dari pihak manapun.

Bahwa benar Saksi mengetahui pada tanggal 2 Oktober 2007 telah terjadi demonstrasi di Jl. Sutomo No. 12 Padang, setelah itu Para Terdakwa diamankan ke Poltabes Padang.

Bahwa benar Terdakwa I ditangkap pada tanggal 1 November 2007 oleh Pihak kepolisian dengan cara, Polisi menyuruh Terdakwa I dan keluarga untuk menginap di Hotel Femina, lalu mereka di tangkap disana.

Bahwa benar semenjak terjadi demo tanggal 2 Oktober 2007 sampai saat ini Para Terdakwa tidak pernah lagi mengajarkan ajaran Al-Qiyadah atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan Al-Qiyadah.


II.2.3. Alat Bukti Surat
Alat bukti surat yang ditampilkan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah:
1. 1 (satu) buah buku data Umah Siroj Jaziroh Padang tulisan tangan
2. 2 (dua) buah laporan ibadah Jemaah Al-Qiyadah Al-Islamiyah
3. 4 (empat) buah buku catatan tentang ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah
4. 1 (satu) lembar kertas Teks Mistaq
5. 1 (satu) buah buku/tulisan dengan judul “Quo Vadis II: Al-Qiyadah Al-Islamiyah” karangan Dedi Priadi tertanggal 24 Oktober 2007 dalam bentuk Foto kopi

II.2.4 Keterangan Para Terdakwa
II.2.4.1 Terdakwa I Dedi Priadi

Bahwa benar pada tanggal 2 Oktober 2007 ada demonstrasi di rumah Terdakwa jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang yang dilakukan oleh beberapa yang mengatas namakan ormas Islam.

Bahwa benar Terdakwa mulai mengikuti pengajian pada tahun 2004, adapun pengajian dilakukan dengan mendatangkan beberapa Ustad untuk memberi ceramah dan dilaksanakan pada awalnya di kantor Terdakwa.

Bahwa benar yang pertama kali mengajak Terdakwa dalam pengajian/wirid adalah saudara Terdakwa bernama Heri, ketika itu Heri datang ke keperusahaan Terdakwa memberikan ceramah.

Bahwa benar Al-Qiyadah tidak membatalkan sholat 5 (lima) waktu, cuma belum melaksanakan sholat 5 (lima) waktu, jika ada yang berkeinginan untuk sholat 5 (lima) waktu tidak ada yang melarang, silahkan.

Bahwa benar pengajian dilakukan di rumah Terdakwa di Jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang, pengajian dilakukan dengan metode diskusi dan setiap orang mempunyai kesempatan untuk memberikan penjelasan.

Bahwa benar selain wirid dilakukan secara lisan ada buku-buku yang digunakan sebagai pedoman/panduan, buku-buku tersebut tidak ada yang Terdakwa buat, tetapi dari Jakarta bahkan buku-buku yang dipakai juga banyak yang dijual di toko buku.

Bahwa benar setelah demonstrasi tanggal 2 Oktober 2007 Terdakwa tidak pernah lagi melakukan pengajian bahkan sampai sekarang karena Terdakwa telah bertaubat.

Bahwa benar semenjak Terdakwa mengikuti pengajian, yang terakhir bernama Al-Qiyadah Al-Islamiyah sampai adanya demonstrasi tanggal 2 Oktober 2007 tidak pernah ada teguran, peringatan maupun larangan dari pihak manapun.

Bahwa benar Terdakwa membuat tulisan Quo Vadis II, yang hampir keseluruhannya disadur dari Quo Vadis I Jaziroh Makasar dengan menggunakan tulisan tangan, tetapi Terdakwa tidak tahu siapa yang mengedit dan menyebarkannya, adapun tujuan dibuatnya tulisan itu Karena MUI tidak mau diajak berdialog dengan Terdakwa.

Bahwa benar Terdakwa telah bertaubat dan memohon maaf kepada umat Islam di kantor Poltabes Padang tanggal 13 November 2007 bersama-sama dengan Terdakwa II dan permintaan maaf ini juga diucapkan di muka persidangan.

II.2.4.2 Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira

Bahwa benar pada tanggal 2 Oktober 2007 sekitar jam 9.00 WIB ada demonstrasi di Rumah Terdakwa jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang yang dilakukan oleh beberapa yang mengatas namakan ormas Islam.

Bahwa benar Terdakwa tertarik dengan pengajian tersebut yang pada waktu itu dibawa oleh Heri (saudara Terdakwa I) karena konsepnya rasional dan logis sehingga bisa diterima dengan akal.

Bahwa benar pada saat Terdakwa ikut pengajian semuanya sama dengan ajaran yang diajarkan oleh Islam yang dianut sekarang.

Bahwa benar Terdakwa adalah pimpinan Buruj yang merupakan level kedua terendah dalam kepimpinan Al-qiyadah. Pada level terendah dikenal dengan nama Misbah, selanjutnya Buruj, Siroj, Toriq, Kawaqib, Najm dan tertinggi A’la. Setiap kepemimpinan mempunyai hubungan.

Bahwa benar di rumah Terdakwa dilakukan pengajian, dengan cara diskusi dan setiap orang berhak memberikan pendapat dan bisa menjadi pemateri/pengajar.

Bahwa benar situs-situs berupa www.sangmesias.com, www.MyQuran.org, www.ladangtuhan.com, dan www.Allah-semata.com hanya sebagai tempat berdialog dengan berbagai agama dan aliran, karena semua agama dan aliran juga menggunakan situs tersebut untuk berdialog mulai dari dari NU, Muhammadiyah sampai pada orang yang menganut agama kristen, gunanya buat Terdakwa adalah untuk mencari kebenaran bukan untuk menyebarkan aliran, dan tidaklah benar kalau semua situs dimaksud dibuat oleh Terdakwa.

Bahwa benar setelah tanggal 2 Oktober 2007 tidak ada lagi aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan ajaran Al-Qiyadah.

Bahwa benar sejak adanya Al-Qiyadah sampai dengan tanggal 2 Oktober 2007 tidak pernah mendapatkan teguran, peringatan maupun larangan dari pihak manapun termasuk pemerintah.

Bahwa benar Terdakwa mengetahui Aliran Al-Qiyadah menyimpang setelah membaca Fatwa MUI tanggal 24 September 2007 yang Terdakwa dapatkan pada tanggal 20 Oktober 2007.

Bahwa benar sebelumnya Terdakwa mengikuti aliran ini tidak lain untuk mencari kebenaran, dan Terdakwa sekarang telah bertaubat.


II.3 Surat Tuntutan

Bahwa dalam surat tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Para Terdakwa dengan Pasal 156a jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu dengan segaja didepan umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Bahwa unsur-unsur pasal yang dituduhkan pada Para Terdakwa adalah unsur barang siapa, dengan sengaja dimuka umum, mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan atas suatu agam yang dianut di Indonesia, dan unsur bersama-sama.

Bahwa perbuatan yang dituduhkan kepada Para Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dilakukan dengan cara sebagaimana diuraikan dalam surat tuntutan No. Reg. Perkara: PDM-02/PDANG/1207 tanggal 25 April 2008, halaman 1 sampai halaman 5.

Bahwa dalam Surat Tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Para Terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan karena (menurut Jaksa Penuntut Umum) Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dimuka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan dan penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a jo 55 (1) ke 1 KUHP.

Bahwa penggunaan Pasal 156a KUHP dalam Perkara a-quo, Jaksa Penuntut Umum seharusnya mengacu pada Undang-Undang No. 1/Pnps/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Bahwa dalam perkara a-quo, Jaksa Penuntut Umum menyebutkan perbuatan Terdakwa terjadi pada tanggal 15 Oktober 2007, sedangkan Jaksa Agung mengeluarkan Larangan untuk Al-Qiyadah Pada tanggal 9 November 2007, hal mana mempunyai arti bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam perkara a-quo telah menuntut Para Terdakwa sebelum adanya pelarangan Jaksa Agung.

Bahwa Jaksa Penuntut Umum telah menuntut suatu perbuatan yang bukan perbuatan pidana, karena perbuatan yang dilakukan oleh Para Terdakwa pada saat itu belum ada keputusan resmi pemerintah dalam bentuk Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Keputusan Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 1/Pnps/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang menyatakan Larangan Kegiatan Aliran Al-Qiyadah.

Bahwa dalam perkara a-quo, Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum mengacu kepada Larangan Bakorpakem Sumatera Barat tanggal 5 Oktober 2007 yang diikuti oleh larangan Surat Keputusan Bersama Gubernur Sumatera Barat, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Sumatera Barat tanggal 10 Oktober 2007[28], yang seharusnya mengacu pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Keputusan Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 1/Pnps/1965, Surat Keputusan Bersama mana hingga saat ini belum pernah dikeluarkan. Sebaliknya Para terdakwa sudah menghentikan kegiatannya berkaitan dengan aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah sejak 2 Oktober 2007, sebelum keluarnya Keputusan Jaksa Agung No : Kep-116/A/J.A/11/2007 tertanggal 9 November 2007, Keputusan Bakorpakem Pusat tertanggal 7 November 2007.

Bahwa pembuktian atas unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya diuraikan sebagai berikut:

a. Unsur barang siapa
Barang siapa dalam hukum pidana diartikan sebagai setiap orang atau subjek hukum yang melakukan tindak pidana dan dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, terbukti Para Terdakwa adalah subyek hukum yang bisa dimintakan pertanggungjawaban secara hukum, tetapi Para Terdakwa bukanlah pelaku tindak pidana yang dapat dikenai pasal 156a jo 55 ayat (1) ke1 KUHP, karena perbuatan Para Terdakwa belum merupakan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 1/Pnps/1965.

Oleh karena itu, unsur barang siapa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

b. Unsur dimuka umum
Bahwa pengertian di muka umum adalah tempat terbuka yang dapat dilihat orang banyak atau umum[29].

Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan terbukti tempat kegiatan/aktivitas aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dilakukan oleh Para Terdakwa di sebuah rumah tempat tinggalnya yang tidak dapat dimasuki oleh setiap orang secara leluasa karena rumah tersebut bukan fasilitas umum.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan terbukti Para Terdakwa tidak pernah melakukan aktivitas yang bersifat menyebarkan suatu ajaran/aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah di sebuah cafe dan internet pada situs dengan nama www.sangmesias.com, www.ladangtuhan.com, www.allah-semata.com, dan www.myQuran.org.

Oleh karena itu, unsur dimuka umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Bahwa mengingat unsur barang siapa dan unsur dimuka umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka unsur-unsur pasal lainnya tidak perlu kami buktikan dalam pleidooi ini, karena pemberlakuan unsur pasal dalam perkara a-quo merupakan satukesatuan yang tak terpisahkan.


III. ANALISIS TERHADAP FAKTA-FAKTA DI PERSIDANGAN

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Adalah fakta, bahwa proses penyidikan terhadap Para Terdakwa tidak sesuai dengan prosedural UU No. 1/Pnps/1965 dan melanggar asas (legalitas dan non-retroaktif) dalam KUHP, karena tidak ada ketentuan pidana yang bisa diberlakukan untuk menindak perbuatan Para Terdakwa dan keputusan larangan dari lembaga yang berwenang baru dikeluarkan setelah Para Terdakwa tidak lagi melakukan aktivitas yang berhubungan dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah dengan mengkualifikasikan perbuatan Para Terdakwa sebagai perbuatan pidana.

Adalah fakta, bahwa proses penuntutan terhadap Para Terdakwa tidak sesuai dengan UU No. 1/Pnps/1965 karena penerapan pasal 156a KUHP baru bisa dilakukan apabila telah ada pelarangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No.1/Pnps/1965.

Adalah fakta, bahwa Surat Dakwaan tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap karena Jaksa Penuntut Umum hanya menerka-nerka waktu terjadinya peristiwa pidana dan uraian peristiwa pidana yang didakwakan pada Para Terdakwa tidak menggambarkan perbuatan yang dilakukan oleh Para Terdakwa

Adalah fakta, bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Para Terdakwa pada Awalnya hanyalah pengajian/wirid biasa, dengan mendatangkan beberapa Ustad sebagai penceramah dan dalam ceramah dilakukan pembahasan mengenai Al-Quran.

Adalah fakta, bahwa sejak Para Terdakwa termasuk Saksi-Saksi (Alan Prima Yozadi, Riphaldie Taufik, Dian Putri Ayu, Maria Ningsih, dan M. Hasymi) mengikuti Aliran/Ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah sampai pada tanggal 2 Oktober 2007 (demonstrasi yang dilakukan oleh beberapa Ormas Islam) tidak pernah mendapatkan teguran, peringatan dan bahkan larangan dari pihak manapun, baik dari Orang sekitar (masyarakat), Majelis Ulama, Pemerintah maupun dari Aparat Hukum.

Adalah fakta, sejak adanya pengajian yang dilakukan di rumah Para Terdakwa (di Jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang) tidak ada masyarakat yang merasa diresahkan terbukti dengan tidak adanya teguran dari masyarakat maupun dari Ketua RT.

Adalah fakta, bahwa Para Terdakwa tidak ada mengajak orang lain untuk masuk kedalam aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah secara paksaan ataupun dengan memberikan imbalan, tetapi setiap orang yang ikut dalam Pengajian Al-Qiyadah dilakukan secara sukarela dan atas kemauan sendiri, hal ini disampaikan sendiri oleh Saksi Rifaldi Taufik, Maria Ningsih, Dian Putri Ayu, dan keterangan Para Terdakwa sendiri.

Adalah fakta, bahwa dalam pengajian/kegiatan dari Al-Qiyadah dilakukan di rumah pribadi Para Terdakwa, bukan ditempat umum yang bisa dimasuki oleh siapa saja dan kapan saja

Adalah fakta, setelah terjadinya Demonstrasi pada tanggal 2 Oktober 2007, Para Terdakwa tidak pernah lagi melakukan kegiatan pengajian ataupun aktivitas yang berhubungan dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan untuk membuktikan Para Terdakwa telah kembali pada ajaran Islam adalah dengan dilakukannya Taubat Nasuha dihadapan Ketua bidang Fatwa MUI Sumbar (H. Gusrizal Gazahar, Lc.,M.Ag.)

Adalah fakta, bahwa Fatwa MUI No. 1/Kpt.F/MUI-SB/IX/2007 tertanggal 24 September 2007 tentang Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah baru disosialisasikan oleh MUI setelah terjadinya demonstrasi tanggal 2 Oktober 2007, bahkan Para Terdakwa sebagai orang yang “dituduh” menyebarkan Aliran baru mendapat Fatwa tersebut setelah terjadi demonstrasi, hal mana dibuktikan oleh keterangan Saksi-saksi, Saksi Ahli dan Para Terdakwa.

Adalah fakta, bahwa Fatwa MUI tidak mempunyai kekuatan hukum untuk melarang suatu aliran, hal mana dibuktikan oleh keterangan Saksi Ahli Muchlis Bahar, Lc., M.Ag. yang menyebutkan hanya dijadikan pertimbangan oleh Bakor Pakem untuk mengeluarkan Keputusan.

Adalah fakta, bahwa Fatwa MUI setelah dikeluarkan seharusnya diberikan kepada aliran yang dinyatakan sesat dalam Fatwa tersebut, setelah Fatwa itu dikeluarkan, tetapi dalam perkara A-Quo, MUI tidak pernah memberikan Fatwa tersebut langsung kepada Para Terdakwa, hal mana dibuktikan oleh keterangan Para Terdakwa dan keterangan Saksi Ahli Muchlis Bahar, Lc., M.Ag.

Adalah fakta, bahwa buku-buku yang ditampilkan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak ada yang dikarang maupun dibuat oleh Para Terdakwa, sebagian buku dibuat oleh orang-orang yang berada di Jakarta dan sebagian beredar di toko buku.

Adalah fakta, bahwa situs-situs berupa www.sangmesias.com, www.MyQuran.org, www.ladangtuhan.com, dan www.Allah-semata.com tidak dibuat oleh Para Terdakwa, melainkan hanya sebagai tempat dialog dengan berbagai agama dan aliran, seperti dari NU, Muhammadiyah sampai pada orang yang menganut agama kristen.

Adalah fakta, bahwa tulisan Quo Vadis II yang dibuat oleh Terdakwa I dengan tulisan tangan tanpa tanggal, dan hampir semua isinya disadur dari Quo Vadis I Jaziroh Makasar, tetapi Terdakwa I tidak mengetahui siapa yang mengedit dan menyebarkannya, tulisan mana dibuat untuk membela diri dan berdialog dengan MUI guna mencari kebenaran, tetapi MUI tidak menanggapinya.

Adalah fakta, pada tanggal 15 Oktober 2007 Para Terdakwa tidak pernah melakukan aktivitas yang berhubungan dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah karena sejak tanggal 2 Oktober 2007 Para Terdakwa diamankan di Mapoltabes Padang dan rumah di Jalan Dr. Sutomo No. 12 Padang yang diduga dijadikan tempat melaksanakan aktivitas pengajian Al-Qiyadah Al-Islamiyah telah disegel dengan police line.

Adalah fakta, bahwa Jaksa Agung baru mengeluarkan Keputusan Larangan Kegiatan Aliran dan Ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah di Seluruh Indonesia pada tanggal 9 November 2007 dengan Nomor: KEP-116/A/11/2007.

Adalah fakta, bahwa sebelum ada pelarangan dari Jaksa Agung Para Terdakwa telah menghentikan segala aktivitas/kegiatan yang berhubungan dengan Aliran/Ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Hal mana telah diterangkan oleh Saksi-saksi A charge dan A decharge serta keterangan Para Terdakwa.

Adalah fakta, bahwa Alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum No.1 sampai No. 4 memang kepunyaan Al-Qiyadah tetapi Para Terdakwa tidak pernah membuat ataupun mencetaknya, sedangkan alat bukti surat No. 5 yang hanya berupa foto copy memang ditulis oleh Terdakwa I, tetapi dalam bentuk tulisan tangan bukan komputer dan dibuat tanpa tanggal, tulisan mana dibuat hanya untuk membela diri karena MUI tidak mau berdialog dengan Terdakwa I untuk mencari kebenaran. Alat bukit mana, tidak memiliki nilai pembuktian karena diragukan keasliannya.

Adalah fakta, bahwa Para Terdakwa dituntut Pasal 156a jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu dengan segaja didepan umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dengan unsur-unsur adalah; barang siapa, dengan sengaja dimuka umum, mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan atas suatu agam yang dianut di Indonesia, dan bersama-sama.

Adalah fakta, bahwa Jaksa Penuntut Umum telah menuntut Para Terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan, karena Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan dalam Surat Tuntutannya.

Adalah fakta, bahwa unsur-unsur pasal yang didakwakan dalam Surat Tuntutan kepada Para Terdakwa yang berkaitan dengan unsur barang siapa dan unsur dimuka umum tidaklah terbukti secara sah dan meyakinkan.


Berdasarkan analisis fakta persidangan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Bahwa proses penyidikan terhadap Para Terdakwa tidak sah karena tidak sesuai dengan UU No. 1/Pnps/1965 dan melanggar asas legalitas dan non-retroaktif, oleh karenanya tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam KUHP.

Bahwa proses penuntutan terhadap Para Terdakwa tidak sah sesuai dengan UU No. 1/Pnps/1965 karena penerapan pasal 156a KUHP baru bisa dilakukan apabila telah ada pelarangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No.1/Pnps/1965.

Bahwa Surat Dakwaan batal demi hukum karena tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP.

Bahwa Surat Tuntutan tidak mengacu pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 1/Pnps/1965 karena tidak didahului dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Keputusan Presiden.

Bahwa unsur-unsur pasal yang didakwakan terhadap Para Terdakwa sebagaimana diuraikan dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karenanya perkara a-quo harus diputus bebas.


IV. PENUTUP

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin yang dimuliakan,

Berdasarkan uraian di atas, maka dimohonkan kepada Majelis Hakim yang adil dan bijaksana dalam perkara a-quo untuk memberikan putusan dengan amar yang berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa I Dedi Priadi dan Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dimuka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan dan penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a jo 55 (1) ke1 KUHP.

2. Membebaskan Terdakwa I Dedi Priadi dan Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira

3. Memulihkan hak Terdakwa I Dedi Priadi dan Terdakwa II Gerry Luthfi Yudistira dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

4. Membebankan segala biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada negara


Padang, 29 April 2008
Hormat kami,
Penasehat Hukum Para Terdakwan




1. Alvon Kurnia Palma, S.H.



(____________________)
2. Rianda Seprasia, S.H.



(____________________)
3. Jhoni Hendri Putra, S.H.



(____________________)
4. Sudi Prayitno, S.H., LL.M.



(____________________)
5. Ardisal, S.H.



(____________________)
6. Vino Oktavia, S.H.



(____________________)
7. Kausar, S.H.



(____________________)
8. Rony Saputra, S.H.



(____________________)
9. Andriyeni, S.H.



(____________________)
[1] Djoko Prakoso dan Ati Suryati, Hukum Acara Pidana, 1986
[2] J.M. Van Bemmelen, “Strafvordering: Leerboek van het nederlandse Strafprocesrecht”, Vierde Drunk, Martinus Nijhoff, 1950, hal 90
[3] Keterangan Para Saksi yang dihadirkan pada Persidangan dalam perkara a-quo
[4] Ibid.
[5] Keterangan Para Saksi dan Para Terdakwa pada persidangan dalam perkara a-quo
[6] ibid
[7] Keterangan Terdakwa II pada persidangan dalam perkara a-quo
[8] Koran Harian Padang Ekspres, Markas Al-Qiyadah Al-Islamiyah Disegel, tanggal 3 Oktober 2007 dan beberapa media lokal
[9] Fatwa MUI Pusat tanggal 3 Oktober 2007
[10] Keputusan Bakor Pakem Sumbar No.: 05/PAKEM-SB/10/2007 Tanggal 5 Oktober 2007 yang dipublikasikan oleh Media Massa pada tanggal 7 Oktober 2007.
[11] Keputusan Kejaksaan Agung No.: Kep-116/A/J.A/11/2007 yang ditandatangani oleh Hendarman Supanji selaku Kepala Kejaksaan Agung RI pada tanggal 9 November 2007, dan dipublikasikan di Media Masa Pada tanggal 9 November 2007 (Televisi) dan tanggal 10 November 2007 (Media Cetak).
[12] Ibid.
[13] Aksi Demo terjadi pada tanggal 2 Oktober 2007 (Paga Nagari Sumbar, IKADI Sumbar, Gerakan Muslimin Minangkabau, KSPI Sumbar, PW Pemuda Muhammadiyah Sumbar, FMPI Sumbar, DPD IMM Padang, HTI Sumbar, MMI Kota Padang, PW IRM Sumbar, PC IMM Kota Padang, GMPI Sumbar, BEM IAIN Padang, Forum LIBAS Sumbar, FAKTA Sumbar)
[14] Proses Taubatnya Para Terdakwa ini disiarkan oleh beberapa Media Masa Nasional dan Media Masa Lokal pada tanggal 14 November 2007.
[15] Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hukum
[16] Dalam berita di http://hukumonline.com/detail.asp?id=17865&cl=Berita tertanggal 26 Oktober 2007 dengan judul Tanpa Koordinasi Pakem, Pasal Penodaan Agama dalam KUHP Impoten.

[17] Ifdal Kasim, 2007, Perkembangan Delik Agama dari Masa ke Masa, makalah, disampaikan pada Konsultasi Publik “Perlindungan HAM Melalui Reformasi KUHP”, Jakarta, hal. 4.
[18] Amandemen Ke-tiga UUD 1954, ditetapkan di Jakarta, 9 November 2001 oleh MPR-RI
[19] Lembaran negara Tahun 1981 nomor 76 yang disahkan pada tanggal 31 Desember 1981
[20] C.S.T. Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 227
[21] ibid
[22] Amandemen ke-dua UUD 1945, ditetapkan di Jakarta, 18 Agustus 2000 oleh MPR-RI
[23] Pasal 143 ayat 3 KUHAP dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 41 K/Kr/1973 tanggal 25 Januari 1975 dan Nomor : 492 K/Kr/1981, serta buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan terbitan Kejaksaan Agung Republik Indonesia 1985 halaman 14-16
[24] pasal 3 UU No. 1/Pnps/1965 yang berbunyi “Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.”
[25] http://hukumonline.com/detail.asp?id=17865&cl=Berita
[26] Eksepsi Penasehat Hukum dalam perkara pidana No. 64/PID.B/2008/PN.PDG tanggal 21 Februari 2008
[27] ibid
[28] Surat Tuntutan JPU No. Reg.Perkara: PDM-02/PDANG/1207, hal 25.
[29] Surat Tuntutan JPU No. Reg.Perkara: PDM-02/PDANG/1207, hal 25.

No Response to "Pledooi Al-Qiyadah"

Leave A Reply