12.16.2008

MEMBEDAH AKAR SOAL APARATUR NAKAL

Posted on 17.53 by HUKUM HAM DAN DEMOKRASI

Oleh Prof. Dr. Damsar*)

Apakah anda punya pengalaman berurusan dengan aparatur negara lain? Jika jawabannya pernah, bila dilanjutkan dengan pertanyaan, “mana yang lebih mudah berurusan dengan aparatur bangsa sendiri atau bangsa asing?”, maka kebanyakan anda akan memberikan senyum kecut sebagai jawabannya.


Pengalaman intensif dengan aparatur birokrasi Jerman dialami ketika melakukan penelitian disertasi tentang pasar loak di Bielefeld, sebuah kota sedang di negara bagian North Rein Westpallen. Kenapa demikian? Sebelum keluar masuk pasar loak untuk melakukan observasi (pengamatan) dan wawancara mendalam dalam setting penelitian kualitatif, terlebih dahulu dilakukan survey terhadap sejumlah responden yang diperkirakan akan mewakili penduduk kota. Lokasi yang tepat untuk memperoleh data tersebut adalah kantor balaikota, khususnya di bagian pelayanan satu pintu. Kenapa ke sana? Karena siapapun warga kota pernah ke sana untuk mengurus berbagai persoalan atau kepentingan yang berhubungan dengan birokrasi dan pelayanan publik: mulai dari kartu penduduk, perpanjangan visa, surat tanda penduduk miskin, bantuan kota pada penduduk, sampai hal perizinan usaha.

Pengalaman survey selama dua minggu di balaikota Bielefeld tersebut memberikan suatu pemahaman bagaimana seyogyanya aparatur birokrasi menjalankan fungsi yang mereka emban. Meskipun birokrasi dijalankan oleh aparaturnya secara impersonal, legal rasional, dan kaku; namun pelayanan yang diberikan bersifat inklusif, tidak diskriminatif, transparan, dan terukur. Siapa saja yang ingin memperoleh layanan birokrasi dan pelayanan publik akan diperlakukan sama tanpa memandang perbedaan kewarganegaraan (pribumi atau warga negera asing), pendidikan, pekerjaan, status sosial, warna mata (biru, coklat, atau hitam), dan lainnya. Ruang pelayanan satu atap didisain sedemikian rupa dengan dilengkapi komputer yang berjaringan LAN dan saluran tabungan surat yang interkoneksi secara mekanik dengan bahagian lain sehingga apa saja urusan birokrasi dan pelayanan publik bisa dilayani di setiap meja pelayanan. Setiap orang dilayani berdasarkan urutan kedatangannya, tanpa kecuali. Setiap orang tahu bagaimana aparatur melayani setiap pengunjung, sangat transparan. Tidak terdapat celah untuk transaksi illegal seperti pemberian uang ucapan terimakasih ataupun uang sogok. Karena orang dapat mendengar percakapan dan melihat aktifitas aparatur dalam melakukan tugas birokrasi dan pelayanan publik. Menariknya masyarakat pun tidak ada yang berusaha untuk memberikan uang ucapan terimakasih ataupun uang sogok, walaupun mereka mengalami hambatan prosedural dalam urusan birokrasi dan pelayanan publik.

Kenapa masyarakat tidak melakukan perbuatan atau transaksi illegal? Ada beberapa kemungkinan alasan: pertama, penyuapan merupakan perbuatan melanggar hukum. Karena tingginya tingkat sadar hukum maka masyarakat malu untuk melanggar aturan perundangan yang ada. Bagi orang asing yang baru tinggal di Jerman akan sangat kaget melihat disiplin orang Jerman. Orang Jerman, misalnya, tidak akan menyeberang bila lampu hijau belum menyala. Meskipun pada saat tengah malam di mana jalanan sangat sepi dan tidak ada kenderaan dari segala penjuru, orang Jerman tetap tidak akan menyeberangi jalan dan menunggu sampai lampu hijau menyala, setelah itu menyeberang. Dalam tingkat kesadaran hukum seperti ini, bagaimana mungkin orang melakukan penyuapan? Kedua, kesadaran sistemik, yaitu kesadaran tentang semua aspek kehidupan saling berhubungan satu sama lain. Hubungan tersebut bersifat saling mempengaruhi dan ketergantungan satu sama lain. Jika suatu aspek kehidupan rusak, maka aspek-aspek lainnya akan terpengaruh. Oleh karena itu, orang berusaha tidak melakukan suatu aktivitas yang bertentangan dengan hukum dan aturan perundangan yang ada. Karena hal itu akan merusak sistem. Bagi orang Jerman, sebagai contoh, sistem transportasi umum telah memudahkan mobilitas geografis mereka. Orang Jerman paham bahwa apabila mereka tidak membeli tiket atau tidak “menceklok” tiket di “mesin ceklok” maka mereka akan merusak sistem yang ada. Sebab pemasukan dana bagi transportasi umum berkurang. Jika sistem rusak, maka mobilitas geografis bisa terganggu. Ketiga, konsistensi penegakan hukum. Agar hukum tegak maka ada berbagai usaha sistematis dan berkelanjutan seperti monitoring, evaluasi, razia, dan lainnya. Jika ada yang melanggar hukum dan aturan perundangan maka hukuman dijatuhkan tanpa diskriminatif. Apakah ada orang Jerman terkena razia di kenderaan umum? Ada dan dikenakan sanksi tanpa kecuali.

Bagaimana dengan urusan birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia? Ya seperti anda, saya, dan kita alami bersama sekarang ini. Kenapa ada aparatur nakal? Kalau jawabannya dirujuk pada fenomena birokrasi dan pelayanan publik yang positip, seperti yang terjadi di Jerman misalnya, maka jawabannya ada tiga. Pertama, tingkat sadar hukum rendah. Bahwa semua aturan perundangan yang berkaitan dengan tata kelola birokrasi dan pelayanan publik serta petunjuk teknisnya telah ada. Persoalannya adalah, dari kecenderungan yang ada, aturan perundangan dan petunjuk teknisnya belum menjadi rujukan perilaku aparatur birokrasi. Kesadaran bahwa aturan perundangan dan petunjuk teknisnya sebagai rule of conduct dalam melaksanakan urusan birokrasi dan pelayanan publik rendah. Kedua, kesadaran sistemik rendah. Dalam urusan birokrasi dan pelayanan di republik ini sering dikeluhkan perilaku aji mumpung seperti “mumpung sedang berkuasa, mumpung lagi di atas”. Perilaku ini mencerminkan bagaimana para aparatur tidak berpikir secara sistemik. Karena perilaku ini hanya menonjolkan kepentingan pribadi atau kelompok, sehingga bangunan sistem birokrasi yang akomodatif, partisipatif, transparan dan akuntabel tidak terbangun. Ketiga, penegakan hukum tidak konsisten. Memang sudah ada usaha untuk melakukan penegakan hukum terhadap beberapa pelanggaran hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan urusan birokrasi dan pelayanan publik telah dilakukan. Namun karena penegakan hukum hanya dilakukan terhadap sebagian, sementara bagian terbesar lainnya belum tersentuh oleh hukum, maka muncullah suara yang mengatakan, “hukum tegak buat kelas teri, kelas kakap tidak (belum) tersentuh”.

Tentu ada pertanyaan, kenapa ada daerah tertentu dipandang memiliki pelayanan publik yang bagus, Jembrana misalnya? Jawabannya adalah soal kepemimpinan. Daerah-daerah yang memiliki pelayanan publik yang bagus disebabkan oleh faktor kepemimpinan yang memperhatikan bagaimana menciptakan pelayanan publik yang prima. Persoalannya adalah tidak semua daerah memiliki kepemimpinan seperti itu. Memang dalam pemilihan kepala daerah, semua kandidat berjanji untuk melakukan urusan birokrasi dan pelayanan publik yang prima. Namun setelah terpilih kebanyakan lupa dengan janjinya. Oleh sebab itu, dalam kondisi seperti ini, bangunan sistem yang perlu dibenahi serta kesadaran sistemik perlu dikuatkan.

*) Penulis adalah Ketua Program Studi Administrasi Negara Universitas Andalas Padang

No Response to "MEMBEDAH AKAR SOAL APARATUR NAKAL"

Leave A Reply