1.20.2010

Pandangan Kompolnas Terhadap Pelaksanaan Tugas Polri Dikaitkan Dengan Perlindungan HAM

Posted on 20.47 by HUKUM HAM DAN DEMOKRASI


Oleh: A. Pandupraja, SH., LLM.(Sekertaris Kompolnas)
Pertama tama kami mengucapkan terima kasih mendapat kesempatan menjadi nara sumber pada Seminar sehari tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri pada hari ini yang diselenggarakan oleh Divisi Pembinaan Hukum (Div Binkum) Polri.
Sesuai kerangka acuan yang kami terima, tema seminar hari ini pada intinya untuk sosialisasi Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2009 tanggal 22 Juni 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri yang telah kita nanti-nantikan bersama, sesuai amanat pasal 4 UU Polri No.2 Tahun 2002 yang berbunyi sebagai berikut; ”Kepolisian Negara Republik Indonesai bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi HAM”. Dan masih banyak lagi pasal dalam UU No.2 Tahun 2002 yang menyebut HAM sebagai koridor bagi Polri dalam menjalankan kewenangannya

Dalam mengimplementasikan amanat tersebut, UU No.39 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia merupakan pedoman karena menjadi payung dari berbagai aturan lainnya terkait HAM. Termasuk juga Declaration of Human Rights 1948 dan konvensi international lain.
Dalam menjabarkan kewenangan yang diamanatkan oleh UU Polri dan ketentuan terkait lannya, Polri telah membuat berbagai peraturan seperti; i) Peraturan Kapolri tentang Tata Cara Penggunaan Kekuatan dalam tindakan kepolisian, ii) Peraturan Kapolri tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyempaian Pendapat dimuka umum dan yang terakhir iii) Peraturan Kapolri tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri yang baru saja ditandatangani oleh Kapolri Kapolri tanggal 22 Juni 2009, Senin minggu ini. (Untuk selanjutnya disebut Perkap Standar HAM Polri).
Kendati baru lahir dipenghujung periode Trust Building, Kompolnas menyambut baik lahirnya Perkap Standar HAM Polri tersebut. Perkap Standard HAM Polri tersebut merupakan bagian strategis dari Renstra Polri dalam rangka membangun Polri yang profesional dan mandiri sesuai amanat UU Polri. Perkap Standar HAM Polri tersebut merupakan kristalisasi dari berbagai masalah pelanggaran HAM dalam proses penegakan hukum maupun dalam pemeliharaan kamtibmas. Perkap Standar HAM Polri secara tidak langsung merupakan pengakuan atas persoalan apa saja yang perlu diperbaiki dan kekurangan apa saja yang perlu disempurnakan, khususnya terkait upaya paksa dalam proses penyidikan. Pendek kata Perkap Standar HAM Polri adalah solusi.
Apa iya? Itulah persoalan berikut yang menjadi pertanyaan publik. Jawabannya ada pada bagaimana Polri menerapkan prinsip good governance; transparansi, akuntabilitas dan partisipasi aktif. Institusi internal Polri yang mengemban amanat Perkap Standard HAM Polri tersebut adalah Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), termasuk Propam. Menteri Keuangan, DR Sri Mulyani Indrawati, pada Orasi Ilmiahnya dalam rangka Dies Natalis Ke 63 PTIK dan Wisudawan Sarjana Ilmu Kepolisian angkatan 50, 51 dan 52 tanggal 17 Juni 2009 mengatakan sebagai berikut;
“Dalam kontek transparansi dan akuntabilitas kita perlu menilai kesungguhan reformasi (Polri) dengan introspeksi, apakah dalam struktur Polri disemua tingkatan sudah ada bagian inspektorat atau internal affairs department yang berwenang melakukan penertiban pada disiplin polisi yang sekaligus berfungsi menampung pengaduan dan keluhan masyarakat. Bila ada, seberapa banyak dan apakah inspektorat itu diberi posisi dan mendapat peran penting atau tidak.”
Sebagai birokrat tentu beliau sangat paham akan keberadaan inspektorat dilingkungan Polri, namun beliau tidak melihat dampak yang signifikan atas keberadaan inspektorat dilingkungan Polri dalam menangani pengaduan masyarakat.
Pendapat senada dikemukakan oleh Amnesty International yang baru saja mempublikasikan hasil penelitiannya dengan judul Unfinished Business, Police Accountability in Indonesia June 2009. Lebih jauh, Amnesty Internaional bahkan mengungkapkan; Ketentuan mengenai Disiplin dan Kode Etik Polri tidak mentaati secara penuh hukum atau standar HAM international seperti aturan mengenai tingkah laku bagi petugas penegak hukum. Kedua ketentuan tersebut menuntut para petugas polisi untuk menghormati HAM tapi keduanya tidak memuat larangan secara jelas terhadap penyiksaan dan perlakuan buruk lain. Kedua Ketentuan tersebut juga tidak secara terbuka melarang penggunaan senjata api. Dst. Pengamatan kritis yang perlu diklarifikasi dan menjadi referensi Polri dalam melakukan reformasi insrumental terhadap inspektorat dilingkungan Polri.
Kinerja inspektorat Polri belum terlihat nyata sampai saat ini. Berbagai kasus yang diadukan melalui Kompolnas tidak kunjung mendapat respon memadai. Dua kasus besar yang berhasil terungkap oleh Kompolnas yang berdampak signifikan bagi oknum polisi adalah kasus perkosaan oleh oknum Polri di Polres Pati Jawa Tengah dan kasus penganiayaan yang berdampak matinya tahanan di Polsek Sungai Raya. Kedua kasus tersebut mendapat perhatian serius dari pimpinan Polri semata mata karena kedua kasus tersebut diekspose pada Program Kompolnas di Jalur 259 tvOne.
Secara khusus, Amnesty International memberikan catatan tersendiri. Pengaduan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh polisi yang diajukan oleh komisi negara biasanya masuk ke siklus investigasi yang sama seperti pengaduan lain. Sehingga hampir tak mungkin pengaduan mengenai kemungkinan pelanggaran HAM oleh petugas polisi sampai ke meja hijau. Rekapitulasi keluhan masyarakat yang ditujukan langsung kepada Kompolnas periode Januari-Mei 2009 mengungkapkan, dari 465 keluhan yang telah kami kirim kepada Polri, 92% keluhan tentang kinerja Reserse. Polri telah menjawab sebanyak 124 keluhan (26,6%) yang terdiri dari; 73 keluhan tidak terbukti sebaimana dikomplain oleh masyarakat, 48 keluhan masih dalam proses pemeriksaan dan 3 keluhan telah terbukti. Salah satunya setelah melibatkan Majelis Dewan Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia pada kasus penganiayaan yang berdampak matinya tahanan di Polsek Sungai Raya yang telah diekspose pada program Kompolnas di Jalur 259 tvOne.
Beberapa alasan mengapa kinerja Inspektorat belum optimal adalah;
1. Satuan kerja Propam terpisah dari Inspektorat. Kritik ini selalu dikemukakan oleh Irjen (Purn) Prof Dr Farouk Muhammad dalam beberapa kesempatan diskusi. Menurut beliau, idealnya Divisi Propam Polri merupakan bagian dari Inspektorat Polri, sehingga menghindari pemahaman sempit dilapangan yang biasa dikenal dengan istilah ”dua matahari”
2. Ditingkat kewilayahan (Polda, Polres dan Polsek). Inspektorat berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan wilayah. Biasa disebut ”orang ketiga” dibawah Kepala dan Wakil. Kecil kemungkinan mereka ”berani” memeriksa anggota polisi di wilayahnya masing masing, yang akan berdampak negatif bagi kinerja pimpinannya.
3. Jumlah sumber daya manusia di Inspektorat/Propam kurang memadai. Tidak tergambar rasio ideal antara polisi dan Inspektorat/Propam.
Salah satu rekomendasi penting Amnesty Internaional yang perlu dicatat adalah membentuk lembaga pengaduan polisi yang independen baru atau memperkuat lembaga pengawasan ekternal yang telah ada (empowering) dengan syarat; mandiri, terlepas dari pengaruh polisi maupun pemerintah serta mudah diakses oleh masyarakat. Mandat yang harus dimiliki oleh lembaga ini; i) memiliki kewenangan memanggil (subpoena power), melakukan investigasi yang efektif, merujuk perkara kepada penuntut umum atau badan disiplin internal Polri. Lembaga ini dapat menentukan apakah akan melakukan investigasi sendiri atau cukup mengawasi kinerja inspektorat. Sejauh ini tidak satupun lembaga yang memenuhi kriteria tersebut. Namun cepat atau lambat, tuntutan akan keberadaan lembaga tersebut sangat mungkin akan terjadi, mengingat komisi sejenis yaitu Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial telah memiliki kewenangan dimaksud.
Pasal 61 ayat 2 Perkap Standar HAM Polri penting dicatat sebagai akses partisipasi publik dalam memantau kinerja inspektorat secara transparan; ”Untuk meningkatkan efektifitas pengawasan penerapan HAM dilingkungan tugas Polri, diselenggarakan kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.”
Forum kerjasama dan koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholders) dimaksud, termasuk perwakilan komisi negara terkait, dapat dilembagakan sampai tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai perwujudan dari Community Policing (Polmas) sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategy dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Forum tersebut sejatinya adalah mitra Polri (partner) yang akan mendukung grand strategy Polri pada saat memasuki periode partnership (2010 – 2014)


No Response to "Pandangan Kompolnas Terhadap Pelaksanaan Tugas Polri Dikaitkan Dengan Perlindungan HAM"

Leave A Reply